Tuesday, March 06, 2012

15 Hari..

Entah dari mana awalnya gue bisa mulai menjejakkan langkah awal gue sebagai penulis. Ya, menurut gue, gue belum benar-benar jadi penulis. Sebut aja "Nearly Writer" hehehehe. Hampir! Berawal dari iseng-iseng ikutan games seru-seruan yang gue dapat di twitter, gue mulai nulis beneran di blog gue.

Games apa sih?
Ceritanya gini.. Judul gamesnya adalah "15 Hari Ngeblog Flash Fiction"
Aturan mainnya, selama 15 hari, para peserta 'dipaksa' untuk nulis fiksi singkat atau flash fiction (FF) di blog masing-masing dengan judul yang dilempar oleh sang admin kece. Setiap harinya satu judul dilempar sekitar pukul 00.00 WIB. dan harus di-submit ke sebuah link yang jadi kumpulan judul setiap harinya sebelum jam 22.00 di hari yang sama. Deadline ketat banget kan! Sang admin juga ngebantu sharing link tulisan masing-masing peserta supaya karya kita banyak yang baca dan dapat banyak kritik-saran yang tentunya ngebuat kita makin semangat untuk nulis. Adapun judul-judul FF-nya adalah:
#Day1 : Halo, Siapa Namamu?
#Day2 : Dag.. Dig.. Dug..
#Day3 : "Kamu Manis," Kataku
#Day4 : Aku Maunya Kamu, Titik!
#Day5 : Jadilah Milikku, Mau?
#Day6 : Ada Dia di Matamu
#Day7 : Sepucuk Surat (Bukan) Dariku
#Day8 : Aku Benci Kamu Hari Ini
#Day9 : Inilah Aku, Tanpamu
#Day10 : Senyum Untukmu yang Lucu
#Day11 : Tentangmu yang Selalu Manis
#Day12 : Merindukanmu itu Seru
#Day13 : Kalau Odol Lagi Jatuh Cinta
#Day14 : Ini Bukan Judul Terakhir
#Day15 : a. Sah b. Menikahlah Denganku <<< Hari terakhir yang spesial, jadi satu hari peserta harus bikin dua judul sekaligus. Lima belas hari ternyata enggak cukup buat para peserta yang jumlahnya sekitar seratus orang lebih. Ada yang ikutan setiap hari, ada juga yang bolong-bolong. Makanya admin-admin kece nambah ekstra dua hari untuk kita-kita. #Day16 : Soto Koya #Day17 : Kopi Tubruk Awalnya peserta ikutan games ini sebatas seru-seruan. Ada tantangan tersendiri buat kita yang memang hobi nulis begitu dikasih deadline sehari doang! Tapi pas di hari ke-10 sang admin bilang bahwa ternyataaaaaaaaa.. tulisan-tulisan yang terpilih nantinya bakalan dibukukan jadi sebuah buku kumpulan flash fiction. :D Whoaaaaaaaaa.. Dari situ kita makin semangat nulis sampai akhirnya games berhenti dan saatnya pengumuman karya-karya terpilih. Sempat pesimis sih bahwa salah satu dari karya gue bakalan kepilih. Secara dari ratusan peserta yang ikutan banyak banget yang udah nerbitin buku sendiri. Intinya mereka udah benar-benar 'Penulis' semantara gue??? Tapi siapa sangka ternyata hasil karya gue di hari ke-7 berjudul Sepucuk Surat (Bukan) Dariku ternyata masuk jadi salah satu karya yang bakalan dibukukan. \(^O^)/ So, finally, this is it! My first anthology dengan 79 penulis lainnya. Ceritanya dibagi 2. Nama gue sendiri masuk di buku bagian 2 dengan cover berwarna pink.


Berhubung buku ini diterbitkan sama nulisbuku.com, buku ini enggak dijual di toko buku biasa. Buku ini cuma tersedia di toko online nulisbuku.com. Visit that website for more information. Harganya cuma Rp. 37.500,00 aja per bukunya, dan hasil penjualan buku ini sepenuhnya bakalan disumbangin untuk anak-anak tidak mampu agar bisa tetap bersekolah. :) Kalau kalian beli, bisa beramal + dapet buku super keren lho! Dijamin enggak akan nyesel baca setiap cerita singkat yang disuguhin di dalam buku-buku ini. Karena "15 Hari" are the EXTRAORDINARY FLASH FICTIONS.

2 Books.. 80 Writers.. 80 Extraordinary stories.. 80 surprises!
Cuma di "15 HARI"

>> KATA ADMINNYA:

~ @momo_DM:

1. Percaya gak kalo dengan hanya satu judul tapi bisa menjadi banyak cerita? #15HariNgeblogFF adalah buktinya!

2. Dalam #15HariNgeblogFF selama 15 hari ada 16 judul dan masing-masing judul setidaknya ada 100 flash fiction tercipta. Lengkap!

3. Dari ratusan flash fiction dalam #15HariNgeblogFF itu selanjutnya disaring menjadi lebih dari 80 tulisan kece.

4. Tulisan terpilih dalam #15HariNgeblogFF selanjutnya dibukukan menjadi 2 buku masing-masing dengan 18 judul oleh 40 penulis.

5. Buku #15Hari tidak hanya bercerita tentang cecintaan saja, banyak tema lain yang pasti bikin kamu ketagihan membacanya.

6. Tulisan dalam buku #15Hari pun macam-macam: horor, fantasi, bahkan drama korea juga ada. Lengkap!

7. Hanya dengan Rp 37.500,- kamu bisa dapetin buku #15Hari Selain menambah koleksi bacaanmu, juga sekaligus menyumbang lho.

8. Nah! Tunggu apa lagi? Yuk membeli buku #15Hari sekaligus menyumbang! Minat? Mention @WangiMS untuk PO. :))

~ @WangiMS:

1. Divided into 2 books, there were 80 FFs, 80 talented writers, 18 titles, and 80 surprised. #15Hari

2. From 18 titles, there were at least 100 stories each day. Do you believe it? #15Hari

3. Coba kalikan deh. 100 cerita dikali 18 judul, yep 1800 stories. There, we decided only to choose 80 stories. #15Hari

4. #15hari is not about love. It's about more to life.

5. From fanfic, thriller, horror, romantic, lengkap ada di #15Hari.

Friday, March 02, 2012

my soulmates part II

Diceritaken di posting-an blog gue sebelumnya yang berjudul "My Soulmates" bahwa keluarga besar H. Wawan Cukaswan akan menambah satu anggota baru pada bulan Februari lalu. (nada bicara dalang)

Aha! Meleset! Sempat khawatir bahwa our new member tersebut bakalan lahir di tanggal 29 Februari 2012. Kalau itu terjadi, keponakan gue ulang tahun empat tahun sekali dong! T_T

Yah, akhirnya seorang bayi laki-laki mungil dengan berat badan 3,06 kg dan panjang 50 cm lahir dari rahim Ibu berusia 24 tahun bernama Kresnapuri Arumsari pada hari Kamis, tanggal 1 Maret 2012, pukul 16.43 WIB.


Setelah bergalau ria memikirkan nama yang semula disiapin "Febrino" akhirnya my Abi tercintah memilih satu nama pengganti. Secara lahirnya enggak jadi bulan Februari. Diambil dari bahasa Inggrisnya bulan Maret, March, dan kakak gue yang alay itu kekeuh pengen ada 'No' 'No'-nya (Sok Italia XD) AKHIRNYA diputuskan anak unyunyah Bapak Candra Rino itu dikasih nama "MARCHIANO PUTRA CHANDRA PERTAMA" *krik krik krik krik krik..

Hening kan ngedenger "Putra Chandra Pertama"-nya. Si Abi tuh kekeuh sumerekeuh pengen banget ada nama pertamanya di nama sang bayi. Kebayang deh begitu besar nanti dia pasti jadi bahan ejekan temen-temennya. "Anaknya Chandra yang pertama!" (-,-) Minimal "Pertama"-nya diganti "Pratama" kek. Tapi belum FIX juga sih. Kabarnya si Abi kekeuh pengen ngasih nama anaknya yang lahir bulan Maret itu dengan nama Febrino Putra Chandra Pertama. Kita lihat saja nanti di akta kelahirannya nama mana yang dipilih. Yasssssudahlah. Biarkan si abi egois dengan ke-alay-annya tersebut. Intinya, gue tetap senang dengan kehadiran keponakan kedua gue ini setelah si tampandh Muhammad Azkha Shan Amry. Welcome to our family, hey little boy. :) ♥♥♥



Thursday, March 01, 2012

selamat tidur..

Untukmu yang selalu mampu tertidur nyenyak saat kau tahu aku akan menghabiskan sepanjang malamku dengan tangis.. Selamat tidur.. Aku tetap berharap mimpi indah menjaga dan memelukmu malam ini..

Bisakah kau berdoa juga untukku, bahwa akan ada seseorang yang menjagaku di sini? Biar ia memelukku lalu menghapus air mataku, mendengar jeritan hatiku yang tak pernah mau kau dengarkan.. Aku tahu kamu tak inginkan aku seperti aku menginginkan keberadaanmu.. Maka kirimkan aku doa, mungkin saja Tuhan lebih mendengarmu daripada aku.. Bisakah kirimkan aku seseorang yang mampu menjagaku siang dan malam, karena aku tahu kamu tak mampu, karena aku tahu kamu tak mau, karena aku tahu aku punya kamu, namun aku tetap merasa sendiri, sepi...

Friday, February 17, 2012

#ForYoungerMe ~ 11 Year Old Me

Bandung, 17 Februari 2012

#ForYoungerMe
11 year old Wenny ‘not’ Wardila

Halo, Not. Tak perlu menanyakan kabar, aku tahu kamu baik-baik saja. Selalu bahagia dipenuhi suara tawamu yang fals itu. Kamu juga belum mengerti apa-apa tentang permasalahan hidup yang ternyata beragam jenisnya di usiaku sekarang, maka aku yakin kamu dalam kondisi yang baik.

Kamu tahu, aku menulis surat ini dengan haru. Aku sangat merindukanmu, gadis kecil sebelas tahun yang cengeng. Ternyata setelah hampir sebelas tahun berlalu semua tidak berubah, tapi tentu tidak secengeng kamu. Aku perempuan yang cukup tegar saat ini. Tahun lalu aku baru saja lulus dari universitas. Aku sudah menambahkan gelar ‘AMd’ di belakang namamu, tapi baru boleh kamu pakai sepuluh tahun lagi, ya. Berterima kasih lah! Hi hi hi.. Aku mengambil jurusan bahasa Inggris di kampusku. Mata pelajaran favoritmu, bukan. Ya, kita masih menyukainya.

Aku ingin sedikit bercerita tentang ‘ulah’ kamu. Saat kuliah aku rajin berorganisasi, Not. Aku banyak mendapatkan jabatan-jabatan sebagai pemimpin. Ketua Pelaksana acara di Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas, Ketua Pelaksana acara di himpunan mahasiswa, bahkan Ketua Umum Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas. Hebat tidak? Padahal kamu kan pendiam, pemalu. Bisa-bisanya kamu tumbuh jadi aku yang sekarang. Apakah kamu tahu? Aku yang sekarang adalah ‘ulah’ kamu, gara-gara kenakalanmu.

Hari itu kamu dijadikan bahan keisengan teman sekelasmu yang sok preman. Aku bahkan masih ingat nama anak lelaki itu, tapi tak perlu lah aku sebutkan. Kamu menangis di pinggir lapangan sekolah setelah itu. Ha ha ha.. Apa kubilang. Kamu cengeng. Kamu malu, tapi kamu hanya bisa diam. Kamu tahu bagian mana yang membuat diri kamu berubah? Betul sekali! Dasar nakal. Kamu sangat nakal, seandainya aku dipertemukan lagi dengan si preman gadungan itu ingin rasanya aku meminta maaf atas kenakalanmu. Bisa-bisanya kamu menjambak rambut anak lelaki itu saat jam istirahat sampai ia menangis kesal sebagai pembalasan. Siapa yang menyangka bahwa si cengeng yang pendiam bisa balas dendam? Kamu merasa puas kan karena saat itu kamu bisa membuat preman amatiran itu menangis. Sejak saat itu kamu jadi anak yang tomboy, paling tidak suka diremehkan orang, khususnya oleh laki-laki.

Secara tidak langsung kejadian itu membuat aku sadar bahwa badan kita yang kurus dan kita yang tidak terlalu banyak bicara ini tidak boleh membuat orang-orang memandang kita sebelah mata, dianggap tidak bisa melakukan apa-apa. Aku ikut ekstrakurikuler Tae Kwon-Do saat SMA agar tidak dianggap lemah, aku ikut banyak organisasi dan tak pernah takut dengan jabatan yang membutuhkan tanggung jawab besar. Orang-orang mau memilihku sebagai pemimpin meskipun badanku kecil dan terlihat lemah, itu semua karena kamu, Not. Kamu yang mengajarkan aku untuk lebih berani. Masa kecil kamu yang terlalu banyak diam ternyata tidak menghasilkan aku yang penakut. Aku bisa menjadi seperti ini karena keberanian kamu, kenakalan kamu. Untungnya aku tidak senakal kamu juga. Ha ha ha ha..

Kesalahan-kesalahan dan kenakalan-kenakalan kamu aku jadikan pelajaran untuk menjadi aku yang lebih baik saat ini. Aku mengerti, kamu masih terlalu lugu sebagai anak kecil, sering bertindak semaumu, tapi itulah yang terkadang membuatku merindukanmu, ingin menjadi kamu satu garis waktu lagi. Sungguh, aku rindu sekali. Terima kasih telah mengajarkan aku banyak hal, anak kecil. Kamu gadis kecil yang hebat. Lain kali akan kubuat surat lainnya untukmu di usia lain, meskipun jutaan lembar surat pun tak akan mengobati kerinduanku. Aku senang bahwa aku adalah kamu.


Love,
21 year old Wenny Wardila


P.S: Kusisipkan foto saat aku memimpin rapat organisasi. Sayang aku tak menyimpan fotomu di laptopku. ;)



Saturday, February 11, 2012

My Soulmates


Kalau ditanya tentang belahan jiwa, jawaban gue ya mereka semua. Keluarga kecil yang enggak selalu sempurna, tapi kita selalu bahagia. :)

Keluarga gue tentu ada Papa dan Mama. Perpaduan Sunda dan Kalimantan yang menghasilkan kakak tertua bernama Amry Anton, anak ke dua bernama Candra Rino, anak ke tiga bernama Wiwi Hartini, dan si bungsu Wenny Wardila. Sementara ini baru kakak-kakak lelaki gue yang sudah berkeluarga. April tahun ini giliran my one and only sister yang melepas masa lajang. Gue ditinggal sendirian. T_T hahahaha.. Uniknya kakak pertama dan kedua gue itu menikah dengan pasangan adik kakak juga. Ya, teh Anti (my first bro's wife) dan teh Nena (my second bro's wife) itu adik-kakak kandung. Semacam cinta lokasi mungkin ya gara-gara teh nena sama achan suka nemenin aamry sama teh anti main. ;) Sekarang baru aamry dan teh anti yang punya anak bernama Muhammad Azkha Shan Amry, alias kaka, alias kakaroto, alias spidey (he's the number one fan of Spiderman. ;p) tinggal hitungan hari, keluarga kecil ini bakalan kedatangan satu anggota baru. Yup, anak achan sama teh nena bakalan lahir bulan Februari ini. :D

Gue mau cerita sedikit masa kecil gue. Masa yang lucu dimana gue selalu dianggap anak kecil sampai umur gue 18 tahun, khususnya sama dua orang kakak lelaki gue itu. Kebayang enggak sih gadis berusia 18 tahun masih suka digendong paksa sama dua kakak gue itu? Mungkin karena usia kita berbeda cukup jauh. Kakak pertama dan kedua gue kelahiran taun 81 dan 82, sementara gue kelahiran 90. Setiap gue pulang sekolah, kakak gue bahkan suka minta cium. Ewwww! Dipikir gue masih SD!! Ditolak mentah-mentah malah ngejar. Hahahaha. Kadang juga gue bangun di pagi hari gara-gara keisengan dua kakak gue itu. Tiba-tiba aja mereka udah tidur di samping gue dengan posisi yang menyesakkan! Dua-duanya rebutan meluk badan gue yang super-duper kurus itu. Udah 21 tahun aja mama bilang badan gue kayak anak SMP. Apalagi pas jaman sekolah dulu coba? Pake dihimpit segala sama mereka yang jauh lebih berat dari gue. Dan kalo gue ngamuk mereka langsung ngegotong badan gue keluar kamar atau nyium pipi gue secara masal. Sungguh hal yang memalukan buat anak seumur gue. Berasa ABG simpanan itu om-om dua deh! Hahahaha. Tapi untungnya gue lolos dari serangan usil mereka yang selalu nganggap gue anak bungsu yang enggak akan pernah tumbuh dewasa ini setelah kelahiran keponakan pertama gue, 28 Oktober 2008. Ada yang lebih muda lagi di keluarga gue. Maka gue bebas. \(^O^)/

Semenjak Azkha lahir panggilan di rumah jadi berubah. Papa dipanggil Kakek sama semua. Mama = Nenek. Aamry-Teh Anti = Ayah-Bunda. Achand-Teh Nena = Abi-Ibu. Teh Wiwi = Mamie. Dan gue sendiri dari mama nie. Tapi lidah Azkha nyebut y Manie, Manie, Manie, Finally iseng aja gue latih nyebut gue dengan sebutan ibu dalam bahasa Korea. Eomeoni (baca: omoni) Ya, panggilan dari Azkha malah jd panggilan buat semua. Makanya jangan heran kalau gue punya tiga orang Bapak (Papa Ayah Abi) dan empat orang Ibu (Mama Mamie Bunda Ibu) sisanya sebatas panggilan buat kakak-kakak gue yang terpengaruh sama Azkha. ;p

Sekarang malah makin jauh sama kedua kakak cowok gue itu. Enggak ada lagi mereka yang iseng. Mereka udah kerja keluar negeri. Dalam satu tahun bahkan hanya sedikit waktu yang mereka habisin di Indonesia. Ya, memang gaji di sana lebih besar. Uang mereka juga yang bikin gue bisa kuliah selama tiga tahun. Abi yang nanggung semua biaya kuliah gue sementara Ayah selalu ngasih semua kebutuhan kuliah gue kayak laptop sampai buku-buku keperluan kuliah. Mereka enggak peduli resiko besar yang mereka hadapi selama kerja di kapal pesiar, di tengah lautan sana. Jauh dari keluarga. Meskipun berat rasanya jauh dari keluarga, mereka tetap pergi, Ayah bilang lebih sedih kalau dia enggak bisa menuhin keinginan keluarganya karena enggak ada uang, jadi harus jauh pun dia rela.

Hari ini Ayah baru berangkat lagi menuju Miami. Ini bukan yang pertama kalinya. Pertama kali waktu gue SD dulu. Tapi rasanya tetap sama sedihnya. Setiap ngeliat dia pergi menjauh gue enggak bisa berhenti bicara dengan Tuhan, mohon perlindungan selalu untuk dia. Berharap bahwa dia baik-baik aja di sana. Gue enggak mau setiap kali ngeliat punggungnya menjauh, melambaikan tangan tanda perpisahan adalah hal terakhir yang bisa gue kenang tentang dia. Gue pengen semua kesedihan yang pergi ngiringin dia terbayar dengan kedatangannya sepuluh bulan yang akan datang yang penuh senyum bahagia.

Sepuluh bulan lagi kita bakalan kumpul lagi kan, Yah? Abi juga pasti lagi di Indonesia. Kita udah punya dua anggota keluarga baru nanti, a Reza dan anak Abi-Ibu. Azkha, anak Ayah udah makin besar. Kita pergi mancing lagi bareng-bareng. Kata Ayah tahun depan kita mau ke Singapore sama-sama juga. Kita tunggu Ayah pulang di sini. Semoga Ayah sama Abi tetap sehat di sana, diberi keringanan buat semua pekerjaannya. Pokoknya Ayah sama Abi harus pulang dengan selamat. We love you. ♥♥♥













Sayang kalian semua. Enggak akan ada yang lebih baik dari kalian semua. Susah, senang, kalian tetap yang terbaik yang pernah jadi bagian hidup wenny. :')

Sunday, February 05, 2012

Jika saja..

Picture: weheartit.com


JIKA saja Tuhan mengizinkan.. Aku lebih suka duduk di sebuah cafe, menulis satu cerita dengan tanganku sendiri. Menatap berbagai macam ekspresi yang dimiliki setiap pengunjung cafe yang datang. Menguraikannya ke dalam tulisanku di atas secarik kertas putih bergaris, untuk kemudian kujadikan sebuah cerita yang akan kusalin di laptopku saat aku mau.

Aku lebih suka seperti itu. Entahlah, daripada bekerja di bawah perintah orang lain. Lebih mengasyikkan ketika aku bisa melakukan sesuatu dari hatiku, tanpa ada yang 'mengejar'ku. Biarkan aku melakukan apa yang aku mau. Iya, aku mau menulis saja. Menulis semua imajinasi yang tertata berantakan di kepalaku. Duduk di sebuah cafe yang selalu memutarkan lagu yang tenang. Kings of Convenience - Cayman Islands misalnya. Biar aku lebih konsentrasi menulis, tinggalkan aku sendiri saja.

Dan jika saja Tuhan mengizinkan.. Aku ingin menulis di cafe milikku sendiri. Melihat wajah-wajah senang para pengunjung yang datang ke tempat yang kusediakan. Ya, itulah dua mimpiku. Menjadi penulis dan menjadi pengusaha. Bisakah, Tuhan? :)

Sunday, January 29, 2012

Kopi Tubruk..

Picture: weheartit


Aku di sini lagi hari ini. Di sebuah cafe yang jadi tempat favorit kita, dimana kita menghabiskan sepanjang sore berteman hujan kala pertama kali kamu mengajakku berkencan. Kala itu kita masih sepasang remaja yang labil tentang cinta, namun pertemuan berikutnya di tempat ini akhirnya kamu menyatakan cintamu juga. Menatap mataku dalam, damai, lalu mengucapkan keinginanmu menjadikanku pujaan hatimu. Aku tertunduk kala itu, menatap kopi tubruk pesananku yang menjadi perantara kita lalu berkata 'aku mau.'

Pertemuan selanjutnya di cafe ini kita sudah satu bulan resmi menjadi sepasang kekasih. Kamu menggandeng tanganku, membuat semua wanita iri padaku yang mampu memiliki penjaga hati sepertimu. Saat itu kamu pesankan kopi tubruk favoritku. Kamu bilang seleraku unik. Seperti lelaki tua saja. Mungkin keturunan Ayahku. Aku sendiri tak mengerti mengapa aku begitu menyukainya. Belum lagi setiap kali kuteguk kopi itu sambil menatap senyummu, kurasa sensasinya jauh lebih nikmat. Sejak ada kamu, aku jauh lebih suka kopi tubruk daripada sebelumnya.

Kopi tubruk di cafe ini juga jadi saksi kejutan pesta ulang tahunku yang kau rencanakan spesial untuk kita berdua. Seratus tangkai bunga mawar merah dan sebuah cincin manis yang tenggelam di balik ampas kopiku. Bukan, aku tahu kamu bukan sedang melamarku. Namun, rasa bahagiaku sama saja. Pertama kalinya kupeluk kamu di depan umum tanpa merasa malu. Aku bahagia.

Hari ini.. Aku di sini lagi. Duduk di meja favorit kita yang berada dekat jendela, masih dengan kopi tubruk yang sama, masih dengan semua kenangan yang teracik di dalamnya. Kuteguk kopiku lagi. Kupandang riak dalam cangkir itu. Ada wajahmu di sana. Pahit. Kopi tubrukku tak lagi senikmat dulu tiap kali mengingat terakhir kali kutuangkan secangkir kopi hitam berampas itu di atas kepalamu. Ah, maaf. Hal itu terjadi begitu saja saat kulihat kamu duduk di meja ini, meminum secangkir kopi tubruk favoritku dengan wanita lain... yang ternyata adik kandungmu. Baiklah.. Kita putus saat itu juga. Kebodohanku.

[THE END]

Bandung, 29 Januari 2012..

Friday, January 27, 2012

Soto Koya

"No?"

"Mm.."

"Nooo?"

"Mmmm.."

"Kayaknya aku ngidam."

Nuno terlonjak kaget dari tempat tidurnya dan Alana yang baru saja mereka tempati selama dua minggu itu. "Ngidam? Kamu..." Mata Nuno masih setengah terbuka karena dibangunkan secara 'paksa' dari tidurnya yang baru saja berjalan setengah jam.

"Kayaknya gitu." Alana menebak isi kepala Nuno yang bahkan belum terucap. "Seharian ini aku enggak enak badan, sekarang juga enggak bisa tidur, kepikiran makanan itu terus. Udah jam satu."

"Kamu serius?" Kesadaran Nuno sudah meningkat lebih baik dari sebelumnya. Ia duduk mendekati Alana yang sejak tadi masih duduk bersandar di atas tempat tidur sambil menonton tayangan TV. Senyumnya merekah seketika. "Secepat itu? Hebat juga ya aku. Jadi ini arti mimpi kamu yang bilang aku punya empat orang anak."

Alana menampar pipi Nuno pelan namun cukup perih. "Aku ngidaaaaaaaaaaaaaaaam!"

"Oke.. Oke.. Mau apa, Sayang?" Nuno tersenyum bahagia serta merta sambil mengelus perlahan perut Alana seolah satu gerakan yang salah saja dapat membuat Alana terluka.

"Mau soto koya!" Alana semangat.

"Soto koya? Mie instan yang iklannya ST12 itu?"

"Bukaaaaaaan! Soto Koya! Bukan mie instan rasa soto koya!"

"Emang ada?"

"Ada lah! Cariin sana!"

"Ini jam satu pagi, Sayang. Aku mau nyari ke mana? Namanya aja baru denger. Aku kira itu nama mie instan doang."

"Tuh kan! Enggak sayang sama aku." Alana langsung menghilang di balik selimut.

"I.." Nuno ragu, namun demi Alana akhirnya ia pergi juga. "Iya. Tungguin aku pulang ya. Kamu sambil tidur aja."

"Yippeeeeeeeeeeey!"

-----------------------------------------------------------------------------------------------------

"Enak?"

"Oooh.. Jadi gini rasanya."

"Puas? Dua jam aku muter-muter, nanyain ke forum di twitter, untung ada yang jawab jam begini."

"Puas!! Makasih, Sayang." Alana menggeser mangkuk sotonya lalu mengacak-acak rambut Nuno manja.

"Demi anak pertama kita, nyari apa pun, jam berapa pun aku jabanin!"

"Anak pertama apa? Kamu pikir aku hamil? Baru juga dua minggu. Aku cuma penasaran liat di TV rasanya soto koya itu kaya apa. Kepikiran dari siang kayak orang ngidam. Makanya nyuruh kamu pergi nyari." Sebelum Nuno mengamuk Alana segera berlari kembali ke kamar mereka.

"Jadi....... ALANAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!! SINI KAMU!!!"

[THE END]

Bandung, 27 Januari 2012..
Masih, sekuel dari cerita sebelumnya. ;)

Thursday, January 26, 2012

Sah!

As a sequel of "Menikahlah Denganku." ==> "Aku Maunya Kamu Titik" ==> "Sah!"
Enjoy! ;)

Picture: weheartit


“Bagaimana para saksi? Sah?” tanya Sang penghulu ketika Nuno selasai mengucapkan ijab kabul dengan sangat lancar.

“Saaaaaaaaaaaaaaah!” jawab para saksi pernikahan Alana dan Nuno pagi ini.

“Alhamdulillah.”

Sang penghulu kini melanjutkan acara dengan doa demi kelangsungan pernikahan mereka. Alana menangis haru. Ia tak menyangka bahwa Nuno benar-benar menepati janjinya untuk menikahi Alana setelah lima tahun mereka bertunangan, meskipun hubungan mereka selalu diwarnai pertengkaran hebat, bahkan dahsyat.

Setelah seluruh acara berakhir, mereka pun melaju dengan mobil sedan hitam Nuno yang menjadi mobil pernikahan mereka menuju bandara untuk kemudian pergi ke tempat bulan madu. Sesuai rencana, lokasi bulan madu mereka adalah sebuah villa mewah milik keluarga Nuno di Bali.

Setelah beberapa jam perjalanan darat dan udara, tibalah mereka di villa Nuno yang ternyata benar-benar mewah dan menghadap langsung ke laut dengan pemandangan luar biasa indah. Namun Alana kebingungan melihat seorang wanita hamil berusia sebaya dengannya beserta tiga orang anak lelaki sekitar empat tahun yang berwajah sama persis berdiri di muka pintu villa itu.

“Ayo masuk,” ajak Nuno ketika ia membukakan pintu mobil untuk Alana. Dengan wajah bingung, Alana hanya mengikuti suaminya itu.

Wanita hamil dan ketiga anak kecil tadi masih berdiri di depan pintu villa tersebut. “Selamat datang di villa kami,” sambut wanita itu.

“Dia siapa, No?” tanya Alana yang masih diselimuti kebingungan.

“Maaf, Alana. Ini istri pertama dan ketiga anak kembar aku. Saat ini juga istriku sedang mengandung anak keempat kami. Kami sudah menikah lima tahun lalu, saat aku juga melamarmu dulu.”

Alana terkejut luar biasa. Ia tak menyangka bahwa Nuno telah menyembunyikan kebohongan sebesar ini selama lima tahun pertunangan mereka.

“Kamu tega, No! Kamu tega ngebohongin aku selama ini??”

“Aku enggak ada pilihan lain, Na. Aku sayang sama istri aku, tapi aku juga sayang sama kamu.”

Tangis Alana pecah seketika membanjiri wajahnya yang masih dihiasi riasan hari pernikahannya tadi. “Enggak! Ini semua enggak sah!”

“Ini sah!” Nuno tak mau kalah.

“Enggak, No! Enggak sah!”

“Sah!”

“Enggak!”

“Sah!”

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------

“Alana, bangun, Na. Kamu kenapa sih? Enggak sah, enggak sah! Kamu mimpi ya?” kata Mama Alana membangunkannya untuk hari pernikahanya dengan Nuno yang akan berlangsung hari ini.

Alana membuka matanya begitu mendengar suara Ibundanya itu lalu terdiam beberapa saat, memikirkan lagi tentang mimpinya malam tadi. Lalu tiba-tiba saja berteriak keras membangunkan seisi rumah.

“NUNOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOO!!!!!!! GUE ENGGAK MAU MENIKAH SAMA LOOOOOOOOOOOOOOOOOOOO!!”

[THE END]

Bandung, 26 Januari 2012..
#15HariNgeblogFF #Day15

Terima kasih sudah membaca. Masih ditunggu komentarnya di hari terakhir ini. :)

Menikahlah Denganku..

This story is the sequel of "Aku Maunya Kamu Titik!"
Atau bukan sekuel kali ya namanya? Si "Aku Maunya Kamu Titik" itu yang lanjutannya ini.
Pokoknya nyambung-nyambungin aja deh! XD
Dan cerita ini sebenarnya cerita singkat dari novel yang sedang gue kerjakan.
Tokoh aslinya bernama Danella dan Arian. Hehehe..
Nah! Jadi urutan ceritanya.....
Menikahlah Denganku ==> Aku Maunya Kamu Titik! ==> Sah!
Rada loncat-loncat sih. Tapi.... Selamat Membaca. ;)

---------------------------------------------------------------------------------------------------
Picture: weheartit


"Gue harus ngapain lagi, Na, supaya lo percaya gue ini serius?" keluh Nuno ketika ‘menculik’ Alana berjalan-jalan di pinggiran kota Bandung.

"Nothing," jawab Alana terus berjalan memasuki hutan pinus kecil itu yang nantinya akan berujung pada sebuah lahan kosong, tempat ia dan Nuno pernah menghabiskan waktu berdua untuk sesi curhatnya dengan melihat pemandangan kota Bandung yang indah.

"Jawaban lo pasti gitu!”

“Karena pertanyaan lo selalu gitu! Udah deh! Berhenti ngisengin gue! We’re friends, that’s it!

“Kalau iseng, enggak sudi gue ngejar-ngejar cewek keras kepala kayak lo!”

Alana tertawa dibuat-buat tanda mengejek Nuno. “I’ve told you my reason, right?

And that’s absurd. Because I’m rich?

And I’m the opposite. Mana ada cowok tajir yang bisa serius sama cewek miskin kayak gue? Kebaca jelas, No! Ada tulisannya di jidat lo! ‘I play with her!’” Alana menunjuk-nunjuk dahi Nuno. “Udah dong! Berhenti nanyain hal konyol macam ‘kamu mau jadi pacar aku?’ Jawaban gue bakalan sama.”

“Oke, gue berhenti nanya kayak gitu.” Nuno menarik tangan Alana sehingga Alana menghentikan langkahnya dan langsung menghadap Nuno. “Menikahlah denganku.” Nuno menunjukkan sebuah cincin di hadapan Alana yang sontak membuat Alana terkejut.

Alana terdiam sesaat. Detak jantungnya tak menentu. Ia tak menduga Nuno bisa segila ini, membawa cincin ke hadapannya dan memintanya menikahi Nuno. “N-No! Lo sinting atau apa? Jadi pacar lo aja gue enggak mau! Apalagi jadi istri lo!”

“Di tempat ini kamu pernah bilang sama aku. Kamu bakalan nerima cowok manapun yang bisa tulus sama kamu meskipun kamu enggak cinta sama dia. Kamu bakalan belajar mencintai lelaki manapun yang bener-bener sayang sama kamu. Makanya di sini juga aku pengen bilang sama kamu, aku serius. Aku berhenti minta kamu jadi pacar aku. Aku minta kamu jadi istri aku sekarang.”

“Gue masih 20 tahun, Nuno! Gue belum mau menikah!”

“Aku ngelamar kamu sekarang bukan berarti aku mau menikah sama kamu dalam waktu dekat. Kita menikah 5 tahun lagi. Cincin ini cuma bukti keseriusan aku.”

“Lo orang kaya! Lo bisa ngasih cincin mahal semacam ini sama seratus cewek kalau lo mau!”

“Aku mungkin ngebohongin kamu, tapi aku enggak berani ngebohongin orang tua. Sebelum ngajak kamu ke sini, aku sama orang tua aku udah datang ke rumah kamu, minta kamu secara baik-baik sama orang tua kamu. Orang tua kamu udah setuju. Jadi kamu enggak bisa nolak! Anggap aja ini perjodohan! Tadi itu pernyataan, bukan pertanyaan. Aku enggak minta persetujuan kamu! Mulai detik ini, kamu tunangan aku!” Nuno memakaikan cincinnya di jari manis tangan kiri Alana meski ia sempat menolak. “Tepatin janji kamu bahwa kamu bakalan belajar mencintai lelaki yang bisa tulus sayang sama kamu. Aku orangnya, Na. Dan aku juga janji bahwa aku enggak akan ngebiarin kamu patah hati karena aku. Satu tahun aku ngejar kamu apa kurang lama?”

Alana terdiam. Ia tahu sudah terlalu lama ia membiarkan perasaan Nuno menggantung begitu saja. Apalagi Nuno ternyata telah menemui orang tuanya sebagai tanda keseriusan perasaannya. Alana akhirnya mau mengakui perasaannya yang sebenarnya juga mencintai Nuno. Ia hanya tak yakin lelaki sekaya Nuno bisa mencintainya yang sangat sederhana.

[to be continued..]

Bandung, 26 Januari 2012..
#15HariNgeblogFF #Day15

Terima kasih sudah membaca.. :)

#15HariNgeblogFF

Sekadar testimoni untuk #15HariNgeblogFF

Wenny Wardila..
Bukan nama yang familiar di kalangan blogger yang udah berabad-abad hobi ngeblog. hehehehe.. Tapi dari SMP gue udah mulai hobi nulis mengingat kebiasaan 'ngautis' gue di rumah.. Nulis buat gue sebatas media untuk menyalurkan imajinasi gue, kekesalan gue, kesenangan gue.. Itu aja. :) Makanya sebisa mungkin gue nyembunyiin tulisan gue di blog ini dari orang-orang yang gue kenal. Enggak pede! Tapi blog gue keendus juga sama seorang penulis buku yang bilang tulisan gue cukup menarik. Disuruh ikut nulisbuku club juga. *tapi sampai saat ini ga pede jadi bagian dari calon/penulis-penulis hebat.* :p akhirnya gue cuma diem-diem nge-follow twitternya sampai suatu hari ngeliat promosi #15HariNgeblogFF di sana. Dengan semangat seorang lulusan D3 Bahasa Inggris Universitas Padjadjaran yang masih menganggur (#njleb) gue pikir seru juga ngisi waktu luang daripada bosen sama karya tulis gue yang ditolak mulu sama perusahaan-perusahaan (baca: surat lamaran.) Akhirnyaaaaaaa.. dengan tekat dan nekat gue ikut juga #15HariNgeblogFF. :)

Niat awal gue MASIH tetep pengen nyembunyiin keberadaan blog gue ini. Karena kalau udah tersebar, gue enggak punya tempat curhat pribadi lagi. :( Makanya gue pake Tumblr gue. Tapi hari ketiga ada juga yang protes bahwa FF gue enggak bisa dikomen. Gue otak-atik otak atik otak atik.. #dasarkatro tetap enggak nemu caranya supaya orang bisa ninggalin komentar. Dengan sangat terpaksa.. Akhirnya gue publikasikan juga keberadaan blog gue yang ini.

Awalnya ikutan acara ini sebatas pengen nyalurin hobi. Tapi begitu ada yang berkomentar, semangat menulis semakin menggebu! Meskipun rada minder ngeliat hasil tulisan peserta lainnya, tapi itu enggak mematahkan semangat. Malah banyak belajar juga dari peserta lain. Dan nambah semangat untuk belajar menulis yang lebih baik. Ya, meskipun tulisan gue enggak sebagus yang lain, sangat senang mendapat perhatian dan komentar dari peserta lain.

Jadi iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiintinyah!
Ikutan #15HariNgeblogFF ini
1. Bikin percaya diri untuk nulis dan memublikasikannya ke orang-orang, sebanyak-banyaknya. :D
2. Dapat banyak pelajaran dari peserta lain yang ternyata banyak juga yang udah nerbitin buku. :O
3. Punya motto baru "no days without writing". ;)
4. Dipaksa mikir kreatif setiap hari. ;p
5. Punya temen" baru yang seru dan jago nulis! :*

Apalagi ya???? Banyak!! Yang jelas, sedikitpun enggak nyesel ikutan #15HariNgeblogFF.
Semoga tulisan gue lebih bagus lagi nantinya, dan bener-bener bisa ngehasilin sebuah buku, bahkan lebih. :)

Special thanks to @momo_DM dan @WangiMS. Ide mereka sangat brilian! Mereka punya jasa besar buat banyak calon penulis baru (AMIIIIIIIIIIIIIN!)

Akhir kata....
\(n,n)/ /(u'u)\ \(n,n)/ << #jungkirbalikgirang :) It's nice to be a part of this event..

Kiss kiss,
Wenny Wardila
@WEIRDilawenny <== ehem, boleh difollow. double 'n' pake 'y' yah.. =))

Wednesday, January 25, 2012

Ini Bukan Judul Terakhir..

Picture: weheartit


“Selamat pagi.Terima kasih kamu sudah berkenan mendengarkan CD kirimanku minggu ini. Ini CD ke empat belas ya? Berarti sudah tiga belas kali aku bernyanyi untukmu. Hari ini adalah lagu ke empat belas yang akan kunyanyikan dengan gitarku. Lagi-lagi karena aku tahu kamu sangat suka suara gitar. Hari ini aku akan menyanyikan lagu milik Glen Hansard dan Marketa Irglova, Falling Slowly. Aku harap kamu suka.”

Ia memetik gitarnya lalu mulai bernyanyi. Suara yang sangat merdu bagai depresan yang selalu berhasil menenangkanku. Kuakui suaranya sudah menjadi favoritku semenjak pertama kali ia mengirimkan CD pertama dari keempatbelas CD yang sudah kuterima. Namun sayangnya aku belum tahu siapa pengirimnya.

“Apa kamu suka? Oh iya, ini bukan judul terakhir. Masih ada judul lagu lainnya yang akan kunyanyikan untukmu. Semoga kedatangan CD dariku akan kamu tunggu.”

‘Ini bukan judul terakhir,’ itulah yang selalu ia ucapkan di setiap penutup rekaman suaranya. Entah mulai kapan aku mulai menunggu-nunggunya setiap minggu, meskipun awalnya aku merasa sedang dikagumi seorang pengidap sakit jiwa. Aku tak tahu apa maksudnya bernyanyi untukku, yang jelas aku cukup senang mengetahui ada lelaki yang begitu memerhatikanku.

“Sekarang itu jamannya iPod, lha kamu masih pakai begituan,” protes kakakku yang tiba-tiba saja sudah kembali dari toilet bandara.

“Hari ini aja lagi butuh.” Aku menunjukkan CD player portable-ku itu sebelum memasukkannya ke dalam tas.

“Siapa sih yang sering ngirimin kamu CD-CD itu?” tanya Mas Alde membuatku risi.

Aku menggaruk kepalaku meskipun tak terasa gatal, bingung harus menjawab apa. Aku sendiri tak tahu jawabannya. Akhirnya semua hanya berujung keheningan beberapa menit.

“Sudah waktunya aku masuk, Nis. Kamu enggak apa-apa kan nyetir mobil sendiri?”

“Santai, Mas. Toh bukan hari ini saja aku nyetir mobil.” Aku mengambil paksa kunci mobil dari tangan Mas Alde.

“Hati-hati, lho.”

“Mas juga hati-hati.”

Mas Alde meninggalkanku begitu saja karena sudah cukup kami bersedih-sedihan di rumah tadi bersama Ayah dan Ibu. Setelah ia menghilang dari pandangan mataku, aku pun bergegas menuju parkiran mobil. Sepi juga rasanya pulang ke rumah sementara saat pergi tadi suasana di mobil begitu penuh dengan celotehan Mas Alde. Kini ia sudah bersiap berangkat menuju negara tempat ia menuntut ilmu demi gelar S1-nya yang sempat tertunda.

“Ah, apa itu?” gumamku pada diri sendiri ketika melihat bungkusan aneh di atas jok penumpang mobil Mas Alde. Bungkusan yang sangat kukenal. Ini kan bungkusan yang selalu dipakai si pengirim CD untuk mengirim CD-CD-nya. Kertas polos berwarna silver dan pita biru tua. Mengapa bisa ada di sini?

Aku mengeluarkan CD player portable-ku lagi dan mendengarkan CD itu untuk menjawab pertanyaan yang berakar dan berbuah cepat di kepalaku.

“Danis sayang, maaf, aku tahu aku salah sudah melakukan kegilaan ini selama belasan minggu. Menyanyikan semua lagu kesukaanmu dengan harapan bahwa semuanya akan berubah. Aku salah telah membuatmu berharap bahwa ada seseorang yang mungkin bisa menjadi kekasihmu. Aku akan menghentikannya. Karena aku tahu semenjak dua minggu lalu ayahmu menikahi ibuku, kita sudah tidak mungkin menjadi satu. Kali ini ucapanku akan sedikit berbeda. Lagu kali ini benar-benar judul terakhir. Salam sayang, Alde, kakak tirimu.”

[THE END]

Bandung, 25 Januari 2012..
#15HariNgeblogFF #Day14

I would love to hear ur comments. :)

Tuesday, January 24, 2012

Kalau Odol Lagi Jatuh Cinta..

Picture: weheartit


GARA-GARA odol hidupku malam ini berujung lari marathon sekian blok bersama seorang lelaki tak dikenal.

Odol di rumah sudah habis tadi pagi, dan aku paling tidak bisa tidur sebelum menyikat gigi. Alhasil aku nekat berjalan kaki ke minimarket 24 jam tak jauh dari rumah pada pukul sepuluh malam. Hanya 20 meter menuju pulang ke rumah tiba-tiba saja seorang lelaki menyusul langkahku dengan sangat tergesa-gesa. Ia terhenti sejenak, melihat lima orang yang mengejarnya di belakangku lalu kembali, menarik tanganku, dan!!!

Inilah kami. Tak terlalu jauh juga dari rumahku, namun sungguh, baru sekali ini aku mengetahui bahwa ada tempat seindah ini. Melihat pemandangan kota pada malam hari yang dingin. Inilah tempat persembunyian kami. What an awkward moment. Duduk bersebelahan dengan lelaki yang tidak aku kenal sama sekali. Tapi entah kenapa aku merasa dia lelaki baik. Sorot matanya jujur saat mengatakan alasan ia dikejar-kejar lima orang tadi juga alasan ia menarikku bersamanya.

“Mereka orang jahat. Gue khawatir aja ngeliat lo jalan sendirian malam-malam. Yang ada bukannya lanjut ngejar gue, mereka malah macam-macam sama lo,” ujarnya menatap mataku damai.

Subhanallah sekali memang lelaki yang nampaknya hanya dua tahun lebih tua dariku ini. Putih, tinggi, tampan, baik pula. Aku sangat menyukai caranya menatap mataku. Ibarat odol rasa menthol, menyejukkan! Bikin pengen nyengir kuda sepanjang hari.

Setengah jam duduk termenung di tempat yang indah dengannya ternyata terasa cepat. Demi alasan keamanan dia mengantarku pulang sampai muka rumah. Selesai sudah pertemuanku dengan si… Ah, aku lupa bertanya namanya. Tatapan mata ala odol rasa mentholnya masih teringat jelas. Batal sudah rencanaku tidur. Aku hanya menyalakan televisi namun tebak saja otakku ada di mana.

Tok.. tok.. tok..

Jam setengah dua belas malam. Ini bukan adegan film horor kan? Aku memberanikan diri mengintip di sela-sela jendela. Lelaki tadi. Ada urusan apa dia kembali ke sini? Aku enggan membukakan pintu untuknya meski dugaan awalku ia adalah lelaki baik-baik, sampai aku melihat sebuah benda di tangan kanannya. Odolku!

“Seingat gue lo enggak bawa ini pas pulang. Makanya gue balik ke tempat tadi dan nyari ini. Benar kan, ketinggalan,” katanya lalu menyodorkan kotak odol tanpa kantong plastikku demi alasan pemanasan global.

“Terima kasih,” ucapku yang hanya dibalas dengan senyum sesegar daun mint dalam odolku dan pergi.

Aku menatap odol di tanganku yang menjadi penyebab tragedi malam ini. Odol. Kalau odol lagi jatuh cinta pasti satu-satunya hal yang bisa ia lakukan hanya melindungi gigi-gigi yang dicintainya dari godaan kuman-kuman jahat dan lubang tak kasat mata. Sama kayak… si mas odol yang melindungiku itu. Dia sudah melindungiku dari preman-preman jahat tadi, tapi apa ia juga akan mencegah lubang di hatiku semakin menganga lebar? Yang pasti, kalau si odol tadi lagi merasakan jatuh cinta pada pandangan pertama denganku, minimal sebentar lagi juga ia akan kembali ke sini dan menanyakan namaku supaya hatiku tidak berlubang.

“Hey, Nona, ngomong-ngomong nama lo siapa?”

[THE END]

Bandung, 24 Januari 2012..
#15HariNgeblogFF #Day13

leave ur comments.. ;)

Monday, January 23, 2012

Merindukanmu itu Seru..

Picture: weheartit


AKU ketakutan melihat bayangan di cermin toilet resto ini. Bibirnya membentuk seringai dengan tatapan yang nanar. Gigi atas dan bawah ditabrak-tabrakkan berulang kali sampai terasa akan rontok tak tersisa. Iya, aku tahu wajahku begitu menyeramkan saat ini. Ekspresi apa lagi yang bisa kubuat setelah mendengar perkataan Dani?

“Menikah, yuk,” ucap kekasihku itu di sela-sela mulut yang penuh dengan hidangan utama makan malamnya disertai ekspresi datar seperti anak tiga tahun yang mengajakku bermain petak umpet.

Aku berteriak tanpa suara, mengeluarkan semua urat di wajahku. Apa Dani tidak tahu bahwa setiap wanita mengharapkan prosesi lamaran yang romantis? Dani adalah lulusan jurusan sastra Indonesia dengan IPK 3,9 dan pemenang lomba puisi puluhan kali. Tak bisakah ia membacakan puisi karangannya? Aku jadi ingat ketika aku memintanya membuatkanku puisi. Ia hanya mengirimkan sebaris kalimat melalui ponselnya..

Merindukanmu itu seru..

Kenapa kata ‘seru’ yang ia pilih untuk mengutarakan rasa rindunya? Dani pacarku ini benar-benar bukan Dani Satrio Aji yang hasil karyanya sering kubaca. Sama sekali tidak romantis.

Setelah kuredam amarahku, aku merapikan penampilanku lagi, keluar dari toilet seolah tidak terjadi apa-apa. Dani masih konsentrasi dengan tenderloin steak-nya. Aku saja sudah kehabisan selera makan sejak mendengar ajakannya tadi.

Aku duduk bersandar dan memandang keadaan sekitar. Resto ini begitu ramai malam ini. Sepertinya tempat ini akan disulap menjadi sebuah tempat perkumpulan.

“Cepat habiskan makannya! Sebentar lagi acaranya dimulai!” Dani meletakkan garpu dan pisaunya.

“Acara apa?”

“Kita datang ke sini untuk acara itu.” Dani menunjuk keramaian di sudut sana dengan gerakan dagunya.

Otomatis mataku mengikuti gerak dagu Dani. Ada spanduk besar, namun keterbatasan mataku membuat aku kesulitan membaca tulisan pada spanduk di kejauhan itu. Resto ini begitu luas dan aku duduk di sudut lain dari tempat berjalannya acara itu. Aku mengambil kacamata minusku dari dalam tas.

“Peluncuran buku perdana Dani Satrio Aji,” bacaku dengan suara. Baru saja aku akan protes karena Dani tak pernah memberitahuku tentang penulisan bukunya itu, mulutku sudah terbungkam dengan judul buku yang tertera di spanduk itu. ‘Merindukanmu itu Seru.’

Dani sudah ada di belakangku, melingkarkan lengan kirinya di bahuku dan tangan kanannya menunjukkan sebuah buku dengan judul yang baru saja kubaca di spanduk tadi. Sampul buku itu adalah sketsa punggung seorang wanita dengan pakaian yang sangat aku kenal. Itu aku.

“Kamu minta aku membuatkan satu puisi tentangmu bukan? Maaf, aku enggak bisa merangkum semua tentang kamu menjadi satu puisi aja. Makanya aku membuat seratus puisi di dalam buku ini. Untuk kamu.”

Aku mengambil buku itu dari tangan Dani. Dani memberi isyarat agar aku membuka kertas sampulnya dan saat kubuka, ternyata ada sedikit bagian tengah buku itu yang telah Dani lubangi untuk meletakkan sebuah cincin emas putih.

“Merindukanmu itu seru, tapi aku enggak mau terus-terusan merindukanmu. Apa kamu mau tinggal di rumah yang sama dengan aku, menikah denganku, supaya aku enggak perlu terlalu lama merindukanmu, Viska Trisna Dewi?”

Hatiku dibanjiri perasaan haru yang meluap melalui kedua mataku. Aku bahagia. Terlalu bahagia. Dani yang kukira tidak pernah bisa romantis ternyata telah melakukan banyak hal untukku. Aku mau, Dan. Aku mau menikah denganmu..


[THE END]

Bandung, 23 Januari 2012..
#15HariNgeblogFF #Day12

Sumpah enggak percaya diri banget sama FF kali ini.. (T_T) Tapi komentarnya tetap saya tunggu. Terima kasih sudah baca. (._.)

Sunday, January 22, 2012

Tentangmu yang Selalu Manis..

Picture: weheartit


FIAN datang lagi hari ini. Matahari saja kalah semangat darinya, menyeret langkah pelan-pelan, bersembunyi dibalik awan. Pagi yang tidak begitu cerah. Ia datang begitu pagi dengan semangatnya yang menyala lebih terik, terlihat jelas di wajahnya yang tak pernah melunturkan senyum itu. Masih senyum yang sama seperti hari-hari yang lalu.

“Selamat pagi, Mel.” Ia bangkit saat melihatku keluar menemuinya di teras rumah.

Aku hanya tersenyum canggung untuk membalas semangatnya. Fian menarik kursi di hadapannya untukku. Membiarkan aku duduk lalu kembali ke posisinya semula saat menungguku bersiap.

“Gimana kabar kamu hari ini?”

“Masih sama seperti kemarin.”

“Hari ini aku bawa ini.” Fian menggeser album foto berukuran besar dan tebal itu ke hadapanku. Mungkin album itu dapat memuat seratus foto lebih.

Kubuka lembar demi lembar album itu. Foto kami, aku dan Fian. Fian belum pernah menunjukkan semua ini kepadaku sebelumnya. Aku tak menyangka ternyata begitu banyak kenangan antara aku dan dia. Sebanyak inikah foto yang telah ia abadikan? Aku bahkan tak menyadarinya. Sama tak sadarnya ketika mataku meneteskan air yang terasa hangat melintasi pipiku.

Fian segera bangkit dan berlutut di sampingku, menghapus air mataku. “Jangan nangis, Mel. Aku nunjukin semua ini karena aku mau kamu tahu bahwa aku sangat-sangat mencintai kamu. Aku pengen kita kembali kayak dulu. Aku enggak sanggup kalau kamu terus menghindar dari aku, menganggap aku ini orang lain. Aku mohon maafin aku, Mel atas kesalahan aku dulu.”

Tangisku semakin menjadi. “Aku enggak bisa, Fian. Ini semua sulit buat aku. Aku berusaha tapi semuanya terlalu sulit.”

Aku menatap wajah Fian. Ia tersenyum getir. Aku tahu bukan hanya aku yang sakit menerima kenyataan ini. Aku tahu Fian sangat mencintaiku, hanya saja aku masih tidak bisa, tidak sanggup.

Fian bangkit, membelai rambutku begitu lembut. Aku semakin yakin bahwa Fian sangat mencintaiku. “Enggak peduli berapa lama, Mel. Aku bakalan nunggu kamu kembali sama aku. Aku benar-benar minta maaf atas kesalahan itu.”

Fian menghapus air mataku sekali lagi dan memaksaku memberinya sedikit senyum sebelum akhirnya pergi bekerja. Setiap hari ia memang hanya bisa menemuiku sebelum berangkat ke kantor dan sepulang dari sana, sebelum aku terlelap.

Aku menutup album foto yang Fian tinggalkan itu. Kubaca lagi tulisan yang ia ukir di atasnya.

Tentangmu yang selalu manis. Melia-Alfian.’

Kupeluk album foto itu erat di dadaku dan kembali menangis. Semakin erat kupeluk semakin besar pula harapanku untuk mengingat semuanya. Terima kasih kamu begitu sabar, Fian. Terima kasih kamu begitu sabar menunggu ingatanku pulih akibat kecelakaan satu tahun lalu saat kita berdua melaju dengan mobilmu menuju tempat liburan kita.

[THE END]

Bandung, 22 Januari 2012..
#15HariNgeblogFF #Day11

Terima kasih sudah membaca.. :) Ditunggu lho komentarnya. :D

Saturday, January 21, 2012

Senyum Untukmu yang Lucu..

Picture: weheartit


TIRAI terbuka. Ia berdiri di depan cermin berukuran besar, lebih besar dari tubuhnya. Memutar tubuhnya berulang-ulang sambil memulas senyum terbaik untuk melihat bayang dirinya dari berbagai sudut. Aku menunggunya di luar ruang ganti yang sempit itu. Kebaya sewarna bunga lilac lah yang kali ini dicobanya dengan kemungkinan menjadi pilihan untuk hari penting nanti.

“Lucu ndak, Mas?” tanyanya padaku yang setia menunggunya sejak tadi.

Aku menjawab dengan sebuah senyuman yang damai dan mata yang terlihat begitu mengaguminya. Penuh intrik dan sedikit menggelitik.

“Maaaaaas.. Ini buat hari pentingku, lho! Masa cuma senyum saja. Aku butuh pendapat," rengeknya sangat manja dengan bibir yang dikerucutkan dan aksen Jawa yang kental.

“Lho, piye toh? Ini senyum bukan sembarang senyum. Ini senyum khusus untukmu yang lucu. Spesial! Cuuuuuantik tenan pakai kebaya yang ini. Paling ayu dibanding kebaya-kebaya sebelumnya.” Aku mengacungkan dua jempol tanganku dengan sedikit kedipan mata nakal agar lebih meyakinkannya.

“Ah, Mas bisa saja!” Pipinya terlihat merona mendapatkan pujian dariku. “Wes! Kalau begitu aku sewa yang ini saja untuk wisudaku.”

“Nah itu! Pilihan yang bagus! Ta’ bungkusin kalau begitu!”

Ia menutup tirai ruang ganti pakaian itu lagi. Syukurlah si gendut yang mirip lontong dibungkus daun pisang beracun ungu itu akhirnya memilih kebayanya juga. Bosan sudah aku melihatnya lima kali berganti kebaya di tempat penyewaan tempatku bekerja. Pelanggan ke tiga yang termakan senyum mautku hari ini.

[THE END]


Bandung, 21 Januari 2012..
#15HariNgeblogFF #Day10

Thank you for the attention. Please leave ur comment. ;)

Friday, January 20, 2012

Inilah Aku, Tanpamu..

Picture: weheartit


ENTAH berapa kali aku berganti pakaian hari ini, membiarkan penata rias terbaik di kota ini memoles wajahku dengan sempurna, lalu berjalan di atas catwalk berulang kali. Tidak ada kesalahan. Acara berawal sempurna, berjalan sempurna, berakhir sempurna. Berhenti panggil aku Ratu jika semua yang kulakukan tidak berjalan dengan sempurna. They say 'perfect' is my middle name.

Aku masih duduk di ruang rias tempat pelaksanaan fashion week tadi, mengagumi bayangan dalam cermin yang dikelilingi bola-bola lampu kuning pucat di hadapanku. Bagian mana yang tidak bisa membuat lelaki bertekuk lutut? Lihat saja puluhan buket bunga yang menghiasi tempat sampahku hari ini dan hari-hari sebelumnya.

Aku memutar sebuah lagu dari iPod-ku. Lagu yang selalu mengingatkanku pada satu nama. Pandanganku beralih pada cincin mungil di jari manis tangan kiriku. Aku melepasnya untuk melihat sebuah nama di balik cincin itu.

"Jadi ketemu Ricky hari ini, Queeny sayang?" tanya Cantika, teman satu profesiku, sambil melihat cincin yang kupegang itu.

Aku tersenyum senang. "Sesuai rencana."

♥♥♥

Sangat sesuai rencana. Aku dan Ricky saat ini berada di sebuah resto paling romantis di kota ini. Ricky tahu aku selalu ingin yang terbaik. Ricky masih sosok yang begitu sempurna seperti lima tahun lalu. Tampan dan kaya. Kurasa kami berdua sangat serasi. Hal itu pula yang membuat Ricky begitu percaya diri berlutut di hadapanku, memohon aku kembali.

Ricky bicara dengan sangat halus ditemani sinar lilin yang menerangi tempat ini. Hanya ada kami berdua serta seorang musisi yang memainkan biolanya dengan handal karena Ricky memesan seisi restoran.

"Aku bahagia, Ky," bisikku di telinganya, membungkuk agar badanku sejajar dengannya.

Kebahagiaanku semakin sempurna ketika Ricky memeluk tubuhku, "Terima kasih kamu mau nerima aku lagi, Ratu."

Senyumku berubah menjadi seringai. "Di bagian mana aku berkata aku mau kembali kepada kamu?"

Ricky melepas pelukannya dengan mata terbelalak. "Maksud kamu?"

"Aku bahagia karena rencanaku selama lima tahun berakhir sempurna." Aku melepas cincinku lagi, memain-mainkannya dengan jari-jariku tepat di hadapan wajah Ricky. "Ini cincin yang kamu kasih lima tahun lalu. Tetap kupakai meski kamu sudah membuangku satu minggu setelah kamu bilang kamu menerima cintaku, dua hari setelah kamu memberiku cincin murahan ini."

Wajah Ricky berubah pucat pasi dan sekujur tubuhnya gemetar terbakar emosi.

"Dulu aku yang begitu mengejarmu. Sampai akhirnya aku tahu aku hanya gadis kampung bodoh dan jelek yang kamu jadikan bahan taruhan dengan temanmu. Cincin ini ternyata bukan tanda cinta, melainkan alat agar kau bisa meniduriku lalu pergi. Ini rencanaku. Tetap memakai cincin ini agar kamu yakin bahwa aku masih mengharapkanmu, lalu membuatmu berlutut di hadapanku seperti yang aku lakukan untukmu dulu."

Aku bangkit, Ricky masih membeku di atas lututnya. Aku jatuhkan cincin bertuliskan namanya itu ke lantai tepat di hadapannya.

"Inilah aku, tanpamu. Kepergian kamu membuatku belajar menjadi aku yang sekarang. Aku bukan boneka bodohmu lagi."

Aku meninggalkan Ricky. Tidak ada lagi. Tidak ada lagi lelaki yang berhak menyentuhku. Aku berhasil, Sayang. Kusentuh lembut tattoo kecil di pergelangan tangan kiriku bertuliskan 'Cantika.' Aku mengeluarkan iPod-ku dari dalam tas. Kudengar lagi lagu yang selalu mengingatkanku pada Ricky untuk terakhir kalinya. Alicia Keys - Karma.

[THE END]

Bandung, 20 Januari 2012
#15HariNgeblogFF #Day9

Terimakasih sudah membaca. Tinggalkan komentar juga, ya. ;)

Thursday, January 19, 2012

Aku Benci Kamu Hari Ini..

Picture: weheartit


♥ Day 30..

Aku benci kamu hari ini..

Aku harap ini hari terakhir aku menyumpah dengan mulut tertutup rapat. Karena seingatku sudah setiap hari dalam satu bulan terakhir aku berucap seperti itu. Iya, setiap hari. Berarti bukan hari ini saja aku membencimu. Sudah banyak hari berganti. Satu bulan, tiga puluh hari, tujuh ratus dua puluh jam, aku membencimu.

Setiap hari aku hanya bisa duduk menunggu kabarmu, melihat layar ponselku setiap lima menit sekali, memastikan telinga ini tidak tuli, tidak mendengar ringtone ponselku sendiri, saking kosongnya pikiranku. Kosong? Ah, mana mungkin pikiranku kosong? Setiap detik kamu menjadi syair di otakku.

Dulu kamu bilang hanya aku yang bisa membuatmu tertawa, tapi aku tahu belakangan ini kamu tertawa-tawa di sana, bukan karenaku. Memiliki teman-teman yang lebih menyenangkan daripada aku yang menjengkelkan ini.

♥ Day 31..

Aku benci kamu hari ini..

Aku harap kemarin akan jadi hari terakhir aku berkata demikian dengan beberapa tetes air mata sebagai hidangan pelengkap kebencianku. Tapi, ternyata bukan. Hari ini aku masih membencimu sama seperti kemarin. Satu bulan, tiga puluh satu hari, tujuh ratus empat puluh empat jam, aku membencimu.

Kamu bilang hari ini kamu akan menemuiku, menjadi obat atas kerinduanku yang kupandang mulai usang berdebu, termakan karat, bahkan mulai ditumbuhi jamur dan sedikit lumut. ‘Aku tidak jadi datang hari ini..’ tulismu dalam bentuk pesan singkat ketika aku sudah bersiap di muka pintu rumahku. Menyambutmu dengan riasan terbaikku. Memoles wajahku hampir satu jam di depan cermin muram yang kini menertawakanku dari balik dinding kamar. Terdiam sangat lama di depan lemari pakaian, memilih sandang tercantik hanya untuk terlihat ayu di matamu. Aku sudah siap menyambutmu, tapi kamu tak datang dengan alasan yang sama.

♥ Day 32..

Aku benci kamu hari ini..
Dan aku benci diriku hari ini..
Sama seperti hari-hari sebelumnya.

Aku benci menerima kenyataan bahwa aku adalah seorang perempuan yang penuh kepalsuan. Sudah kubilang berjuta-juta kali, aku benci kamu, Gilang. Sejak kita lulus SMA dan diterima di universitas yang berbeda, kamu semakin jauh dariku, sedikit melupakanku yang selalu kamu manjakan dulu. Kita menjadi jauh. Aku tahu ini bukan salahmu. Hanya aku yang terlalu pencemburu. Atas dasar itu pula aku sangat membenci diriku sendiri. Mengapa aku begitu pintar bersandiwara? Berkata benci di dalam hati, namun yang terucap hanya…

“Aku sayang kamu, Lang. Terima kasih untuk hari ini.”

“Aku juga sayang kamu, Kanditha. Terima kasih karena kamu bisa ngerti kesibukan aku di kampus selama ini.”

[THE END]


Bandung, 19 Januari 2012..
#15HariNgeblogFF #Day8

Terima kasih udah baca.. \(n,n)/ FYI, I ♥ comments. ;)

Tuesday, January 17, 2012

Ada Dia di Matamu.

Picture: weheartit


Bosan membidik setiap ruas pemandangan yang terhampar di hadapanku, kucari sosok Dega melalui viewfinder kamera DSLR-ku. Bukankah memang Dega yang menjadi tujuanku mengeluarkan kameraku? Bodoh, Dega lebih indah dari objek manapun yang pernah kubidik

Aku menemukannya, tiga langkah di sampingku. Semburat cahaya pagi ikut mengagumi wajahnya. Kulihat matanya tertuju ke bawah, seolah mengamati hilir-mudik kendaraan di sana, jalan raya yang cukup padat, bising, dan bau asap knalpot, padahal aku tahu tatapannya kosong belaka.

Satu.. Dua.. Tiga.. Empat.. Lima..

Terus kuabadikan wajah yang hanya terlihat satu sisinya saja itu. Lima foto, satu ekspresi, sama. Apa Dega baru saja mati berdiri? Takut ketinggian karena berdiri di balkon apartemen baruku yang ada di lantai 8 ini? Aku melangkah mendekatinya. Dega masih membatu.

"Pergilah."

Akhirnya detak jantung dan denyut nadi Dega seolah kembali ke dalam tubuh matinya. Ia menoleh ke arahku kemudian memasang tatapan 'sejak kapan kamu berdiri di sampingku?' "Ap—apa, Grid?"

"Aku yakin kamu denger."

"Pergi?"

Aku tak yakin apa aku harus mengulangnya. Jujur aku tak mau Dega pergi sementara aku tahu Dega bukan tipikal pacar yang bisa mengerti apa yang aku mau jika tak kukatakan. Jika kubilang 'pergi' Dega pasti pergi. Buatnya, aku tak lebih penting dari dia, dia yang kulihat dalam binar matanya saat ini.

Dega meletakkan tangan kanannya di kepalaku. Perlahan ia usap rambutku yang bergelombang. Aku enggan menatap mata hitamnya. Aku tahu itu hanya akan membuatku kesulitan berkata-kata.

"Kamu enggak di sini. Buat apa tetap di sini?"

"Enggak gitu, Inggrid. Aku mau sama kamu."

"Ada dia di matamu." gumamku lirih.

"Dia? Siapa?"

"Bukan pertama kalinya kita bicara tentang dia. Alasan kamu lebih betah di kantor daripada sama aku. Aku baru pindah ke apartemen baru, Ga. Aku mau ngerayainnya satu hari aja sama kamu."

Dega menunduk. Tangan kanannya kini meraih tanganku, mencium jari-jari kecilku yang terasa hangat ketika tersentuh bibirnya. "I love you."

"Kamu selalu bilang gitu dalam keadaan seperti ini. What do you want me to say? I love you too? I'm broken."

Seketika jantungku terasa dihujam setelah berhasil mengucapkan kata terakhir dengan nafas yang hampir terputus emosi. Dega, nyawanya seolah pergi lagi. Diam, dingin.

Satu detik.. Dua detik.. Tiga detik.. Empat detik.. Lima detik..

"Satu jam lagi aku balik ke sini ya."

Setelah dihujam, kini jantungku dibom atom menjadi debu. Apa kubilang, Dega tak mengerti hati perempuannya. Aku bingung harus berkata apa. Inikah perempuan? Selalu mengatakan kebohongan. Berkata 'pergi' meski hati berkata 'tinggallah di sini.'

Kebohongan besar hari ini baru saja terjadi. Aku mengangguk.

Dega tersenyum. Senyum pertamanya hari ini. Dia. Dia lebih lihai dalam hal melukis senyum di wajah Dega daripada aku.

"Aku pasti kembali," katanya lalu mengecup keningku dan pergi.

Kalimat itu sangat familiar karena selalu ia ucapkan sebelum meninggalkanku dan berujung pada ingkar. Dega takkan kembali hari ini. Kulihat lagi foto-foto Dega yang kubidik tadi ketika satu-satunya temanku hanyalah kesendirian.

"Ada DIA di matamu." Air mataku perlahan menetes. Setelah tiga minggu tak bertemu Dega, apa hanya ini waktu yang ia miliki?

Kamu. Seandainya saja Dega bukan cinta matiku, takkan kubiarkan aku dinomorduakan karenamu, UANG!!!


Bandung, 17 Januari 2012..
#15HariNgeblogFF #Day6

Enjoy! I appreciate ur comment. ;)

Monday, January 16, 2012

"Jadilah milikku, mau?"



Kota yang diselimuti embun dingin ini masih setengah gelap. Setelah mendung semalaman, hujan baru tiba menyentuh kulit bumi lima belas menit yang lalu. Mungkin matahari sudah mengintip di ujung sana, namun awan gelap seolah menghalanginya agar tidak melihat kejadian tragis yang baru saja terjadi. Polisi berada di kerumunan paling depan. Penduduk sekitar yang bahkan belum menyentuh kamar mandi pagi ini sudah berkerumun dengan pakaian tidur masing-masing, membentuk sedikit lautan payung berwarna-warni.

Aku melihat sekitar. Benar saja, hanya aku dan Julian yang berpakaian rapi sehabis pesta tadi malam. Kuayun kakiku yang berhiaskan pumps shoes berwarna merah itu. Warna kesukaan Julian. Tangan kanannya menggenggam erat tanganku yang begitu dingin semantara tangan kirinya menaungi tubuh kami dengan payung berwarna hitam. Aku menolak untuk melihat lebih dekat apa yang ada di sana, tapi Julian memaksaku.

"Semua akan baik-baik saja, Tisya," bisik Julian meyakinkanku.

Kami kembali berjalan menembus kerumunan, berusaha melihat apa yang terjadi dengan lebih dekat lagi. Setibanya di depan, aku terdiam sesaat. Begitu malang nasib tubuh-tubuh tak bernyawa itu. Aku mendengar percakapan orang-orang disekitarku. Mereka melompat dari atap gedung setinggi 30 lantai di hadapan kami ini. Usia mereka sekitar 22-24 tahun. Masih sangat muda.

"Boleh aku mendekat?" tanyaku pada Julian. Kini aku justru penasaran.

Julian tak menjawab. Ia langsung menarik tanganku untuk melangkah lebih dekat. Polisi yang ada di sana tak menghalangi kami seperti mereka menghalangi yang lain. Darah yang bercampur dengan air hujan berceceran dimana-mana. Aku tak peduli kini sepatuku berlapiskan darah segar, aku terus mendekat sampai Julian menghentikan langkahnya. Ia melepaskan tanganku dan merangkulku erat. Angin berhembus kencang meniup gaun pendek hitamku yang senada dengan jas Julian. Terlalu muda. Tragis.

"Ayo." Julian membawaku keluar lagi dari kerumunan.

Hujan semakin deras. Kami terus melangkah menjauh. Tiba-tiba saja Julian menghentikan langkahnya kembali. Aku menatap matanya dalam-dalam. Kami berdiri berhadapan.

"Apa kamu mencintai aku?"

Aku mengangkat kedua ujung bibirku yang masih tertutup sempurna oleh lipstik merah menyala lalu mengangguk perlahan.

"Biarpun orang tua kamu enggak setuju sama hubungan kita?"

"Iya," jawabku yakin.

"Jadilah milikku, mau?" Ulang Julian.

Aku begitu bahagia mendengar Julian mengulangnya. Iya, Julian mengulang kalimat yang ia ucapkan tadi malam, sebelum akhirnya kami menutup pesta terakhir kami di atap gedung setinggi 30 lantai itu dengan melompat bersama.


Bandung, 16 Januari 2012..
#15HariNgeblogFF #Day5
Please, leave your comment.. :)

Sunday, January 15, 2012

Aku Maunya Kamu Titik!

Pic: weheartit



Nuno mengangkat lengan kemeja hitamnya sampai siku. "Where do you wanna go, Miss? Jam berapa ini?" Ia menghentakkan jari telunjuk dan jari tengah tangan kirinya di atas jam tangan yang bertengger di tangan lainnya.

Alana menghentikan langkahnya yang baru sepuluh langkah diayun menjauh dari Nuno, membalikkan badannya cepat sehingga rambutnya yang panjang terurai langsung terkibas. Ditatapnya dengan tajam wajah meremehkan yang dipasang Nuno di ujung sana, menyeringai bagai iblis sambil duduk di atas kap mobil sedan hitam mengilapnya. Tidak ada mobil yang berlalu-lalang lagi di jalan layang ini. Hanya mereka dan lampu-lampu kuning keemasan di sepanjang jalan.

"Kenapa? Takut? Ini jam dua pagi, Nona! Sok jagoan!"

"I'm not scared! Lo sendiri ngapain masih di situ? Takut gue celaka kalau lo tinggalin sendirian?" Ekspresi Alana tak kalah meremehkan Nuno.

Nuno tertawa, melipat kedua tangannya di depan dada. "You wish! Enggak usah sok kecantikan! Cewek jadi-jadian macam lo, gue jalan sampai perempatan juga dapet!" Nuno mengamati cara berpakaian Alana. Kaus hitam polos dilapisi kemeja kotak-kotak merah yang sengaja tidak dikancingkan, celana jeans panjang yang sobek-sobek, dan sepatu converse putih lusuhnya.

Alana kembali mendekati Nuno. "Dari awal ketemu lo! Gue udah bilang gue benci sama lo! Hobi lo cuma ngegangguin cewek!"

Nuno turun dari kap mobilnya dan berdiri berhadapan dengan Alana. Tinggi badan Alana yang 170cm hanya setinggi hidung Nuno. "Lo cewek? Cewek macam apa lo? Enggak lolos uji pasar!" Nuno mengangkat kerah kemeja Alana singkat.

"Lo bener-bener cowok paling brengsek yang pernah ada. Mau lo apa? Lo sama sekali enggak worth it jadi orang yang bisa gue ajak ribut! Enggak guna!"

"Kenapa lo yang nanya? Lo!! Mau lo apa?!" Nuno menunjuk wajah Alana dengan kasar.

"PERGI!!!" Ditendangnya bumper mobil Nuno. "Jangan ganggu hidup gue lagi!! Pergi sama cewek-cewek yang kagum sama lo yang ganteng! Tajir! Sukses!!"

"TUTUP MULUT LO!! GUE ENGGAK SUKA LO NGUNGKIT CEWEK-CEWEK TADI!"

"ITU KENYATAANNYA!!"

"DENGER YA, CEWEK SILUMAN! MAU PARIS HILTON, ANGELINA JOLIE, ATAU SIAPAPUN YANG DATANG DAN NGEMIS CINTA GUE, GUE MAUNYA LO!! TITIK!!!"

Belum sempat Alana membalas kalimat Nuno, Nuno sudah menarik tangan kiri Alana cepat dan mendaratkan bibirnya di atas bibir Alana dengan lembut. Alana bak terbius sehingga hanya bisa diam, kembali menjadi sosoknya yang begitu lembut sebagai seorang perempuan. Tak lama Nuno melepaskan ciumannya.

"Aku maunya kamu!" bisiknya perlahan di telinga Alana. "Sudah tujuh tahun aku kenal kamu, lima tahun kita tunangan. You know all my friends and I know yours. Kalau aku enggak ngenalin mereka ke kamu, it means that they never really exist in my life. Biarpun kamu siluman yang paling galak yang bisa maki-maki aku, cewek jadi-jadian yang enggak bisa feminin, aku maunya kamu titik!" ulangnya lagi dan lagi.

Nuno menenggelamkan emosi Alana ke dalam pelukannya. Alana tahu, meski setiap hari mereka bertengkar, mereka saling mencintai satu sama lain. Nuno melihat cincin pertunangannya dengan Alana di jari manis tangan kirinya dan tersenyum bahagia. Meskipun satu minggu lagi mereka menikah, bertengkar masih saja menjadi hobi mereka.

[THE END]

Bandung, 15 Januari 2012
#15HariNgeblogFF #Day4

Saturday, January 14, 2012

"Kamu manis," kataku..

AKU melihat sekeping bagian dari surga ketika mata ini terbuka. Aku menyipitkan mataku yang belum dapat beradaptasi dengan cahaya pagi di kamarku. Ryan di sana, menjadi hal pertama yang kulihat pagi ini. Aku tersenyum bahagia. Betapa indahnya setiap pagiku semenjak ada ia. Semenjak malam pertama ia ada di sini satu minggu yang lalu, di kamar yang sama denganku, ia selalu menyambutku dengan senyumnya ketika mataku terbuka di pagi hari. Bahkan senyumnya pula yang menjadi alasan aku bermimpi indah setiap malam.

Sejak pertama melihatnya, senyumnyalah yang menjadi alasanku begitu memujanya. Aku takkan bosan. Kurasa tak akan ada senyum yang lebih indah dari senyum yang ia miliki. Bahagianya kini aku bisa melihatnya setiap hari, sepanjang hari, tersenyum.

Aku bangkit dari tempat tidur sambil meregangkan kedua tanganku. Aku terdiam sejenak di hadapannya, terhipnotis oleh senyum manisnya yang masih terbentuk indah memperlihatkan barisan gigi yang putih dan rapi. Kupandang lagi sepasang mata cokelatnya. Mata kanannya sedikit tertutup anak rambutnya yang juga berwarna kecokelatan, berbeda dengan rambutku yang hitam pekat. Mataku berbinar menatapnya sambil tak kuasa menahan keinginan untuk membalas senyumannya itu.

“Kamu manis,” kataku. Kalimat yang sama dengan pagi-pagi sebelumnya. Karena Ryan memang manis.

Lagi-lagi ia hanya tersenyum. Aku sudah cukup senang meski ia tak merespons lebih dari itu, sama seperti biasanya. Kuanggap senyumnya adalah tanda bahwa ia tahu betapa menakjubkannya senyum itu bagiku.

“Aku harus mandi, lalu bersiap pergi ke sekolah. Tunggu aku pulang, ya! Aku akan merindukanmu.” Kuusap poster di dinding kamarku itu. Aku tertawa singkat memandang poster idolaku yang baru kubeli satu minggu lalu itu kemudian beranjak ke kamar mandi, mengabaikan senyumnya sejenak. Ah, senyum Ryan Ross begitu melekat di otakku.


[THE END]

Dedicated to my idol Ryan Ross (ex- Panic! At the Disco.) ;)

#15HariNgeblogFF #Day3

Dag.. Dig.. Dug..

Dag.. Dig.. Dug..

KURASAKAN detak jantungku tak normal. Sudah empat tahun berlalu, namun perasaanku selalu sama setiap melihatnya ada di depan pintu rumah dari balkon kamarku. Hati ini selalu berdebar setiap melihatnya berdiri di sana dengan sekotak cokelat atau bunga mawar putih favoritku. Betapa sempurna ia menjadi seorang lelaki. Santun, pintar, baik, dan begitu romantis. Di usianya yang baru menginjak 24 tahun ia juga terbilang sudah begitu mapan, memiliki rumah dan mobil sendiri.

Ia selalu senyum sumringah menanti seseorang membukakan pintu untuknya. Aku tak pernah berlari cepat untuk menyambutnya di depan pintu, membiarkan diriku menjadi orang pertama yang menyambutnya, menyuguhkan senyum termanisku. Aku lebih suka melihatnya dari sini. Empat tahun pula dia tak pernah menyadari bahwa aku selalu mengamati kedatangannya dari sini.

Aku menyusun kedua telapak tanganku di atas dada. Merasakan detak jantung yang masih sama. Empat tahun tak memudarkan semuanya. Daryl tetap lelaki yang aku cinta meskipun banyak lelaki lain yang telah mengetuk pintu itu dan meminta hatiku. Membawakan berkuntum bunga yang lebih banyak dari yang pernah Daryl bawa di belakang punggungnya. Bahkan, membawa cinta yang lebih besar dari apa yang bisa Daryl berikan.

“Aku tak mau yang lain. Aku mau kamu saja, Ryl,” ucapku seolah Daryl mampu mendengarnya.

“Ini tidak benar, Ras. Kamu tahu itu.” Aira, sahabatku, menepuk punggungku perlahan.

“Aku tahu.” Kuletakkan kedua tanganku lebih dalam di atas dadaku. Debar jantungku semakin terasa kencang. Aku masih berdiri dan melihat Daryl di depan pintu rumahku.

“Lantas?”

Dag.. Dig.. Dug..

“Detak jantungku setiap melihatnya ini adalah alasan mengapa aku ingin mempertahankan perasaan itu.” Aku tersenyum. Aira tak dapat berkata apa-apa lagi. Mungkin ia sudah lelah menyadarkanku. Tak perlu disadarkan, aku tahu.

Pintu rumah terbuka. Senyum Daryl makin mengembang.

“Selamat pagi, Ras.” Daryl mengeluarkan sebuket bunga mawar putih itu dari balik punggungnya.

Empat tahun sudah aku menyaksikan kejadian yang hampir sama. Aku yang menyukai mawar putih itu, tapi bunga itu bukan untukku. Aku yang menyukai senyum itu, tapi senyumnya bukan untukku. Bukan aku alasan Daryl berdiri di depan pintu rumahku, tersenyum, dan menunggu.

Maafkan aku, Ras. Aku mencintai tunanganmu. Maafkan aku juga karena aku begitu membenci kenyataan bahwa Daryl lebih dulu bertemu denganmu, bukan aku. Seandainya itu terjadi, aku yakin Daryl juga bisa mencintaiku sebesar rasa cintanya padamu. Karena wajah kita begitu serupa.

Mengapa harus Laras, Ryl? Mengapa bukan Saras? Aku? Mengapa harus saudari kembarku?

[THE END]


#15HariNgeblogFF #Day2
Lagi, ini migrasi gue dari tumblr. (13012012) ;)

"Halo, Siapa Namamu?"

WAKTU makan siang selalu kusambut dengan antusias. Sedikit melepas penat dari kesibukanku sebagai akuntan di perusahaan ternama di kota besar ini. Lebih antusias lagi ketika lima minggu yang lalu aku mencoba makan di resto yang tak pernah kudatangi sebelumnya. Di sini, resto yang selalu dipenuhi oleh pegawai kantor di sekitar sini, namun mataku hanya jeli menangkap bayangnya. Ini minggu ke lima aku memerhatikannya dari kejauhan di sela-sela waktu istirahat kerjaku. Setahuku ia tidak bekerja di kantor yang sama denganku.

11.45..

Kuperhatikan lagi cara jalannya memasuki resto siang ini. Begitu anggun seperti biasanya. Sosok gadis penyendiri yang mandiri. Hanya dengan gerak jarinya saja, bak tongkat sihir, ia berhasil menyihir sang pelayan untuk mengambilkan menu favoritnya setiap hari. Selalu sama, sepiring nasi goreng dan iced lemon tea, seolah tak pernah bosan. Tak pernah kulihat ia memesan menu lain.

Ia duduk di meja yang tak jauh dari tempatku dan teman-temanku. Persis di arah jam dua belas.

“Sampai kapan kamu mau menjadi pemuja rahasianya, Zi? Pergi, tanya namanya!”

Bosan aku mendengar tantangan dari teman-temanku. Sejak dua minggu yang lalu mereka telah menyadari kekagumanku padanya.

Sesuai niatku, hari ini aku akan pergi menghampirinya. Aku seorang lelaki yang harus berani menanggung resiko apa pun dalam mendapatkan hati seorang wanita.

Gadis berwajah oriental dengan tinggi sekitar 165 cm itu menunggu menu pesanannya diantar sambil membaca sebuah buku. Setelah menunya datang pun ia menghabiskannya sambil tetap membaca buku. Apa itu sebabnya ia selalu terlihat sendiri? Ia nampak begitu tertarik untuk membaca, sendirian saja.

Aku bangkit saat kulihat ia telah menyelesaikan makan siangnya. Waktu istirahat kantor hampir usai. Kuayunkan langkahku ke arahnya. Setiap langkah, jantungku berdebar semakin kencang.

“Halo, siapa namamu?” ucapku saat sepasang mata hitam yang cantik dengan riasan sederhana menatap ke arahku yang telah berdiri di hadapannya.

Ia diam, tak menjawab, malah kulihat kepanikan di wajahnya. Ia bangkit lalu meninggalkanku yang diam membeku. Sudah kuduga, teman-temanku begitu puas menertawakanku. Baru saja aku mempunyai nyali untuk kembali ke tempat dudukku, menerima cemoohan teman-temanku, seorang pelayan memberiku selembar tissue.

Erika.

Sebuah nama tertulis di sana. Hanya itu. Aku bingung. Mengapa gadis itu hanya menulisnya di tissue ini dan menitipkannya kepada pelayan? Mengapa ia enggan menyebutkannya saja tadi? Kebingunganku terjawab oleh pernyataan sang pelayan.

“Ia seorang tunawicara, Mas.”

[THE END]

This is my FF dalam rangka #15HariNgeblogFF #Day1
p.s: I’m a newbie, so no making fun of me. ;)
Tulisan ini gue "transfer" dari tumblr. (12012012)

Tuesday, January 10, 2012

wenny the infrequent writer..

MUNGKIN itu predikat yang pas buat gue saat ini ya. Jarang-jarang juga sih gue nulis. Belum bisa dikatakan bahwa gue ini seorang 'Writer'. Sebenernya gue nulis tiap hari sih. Di buku yang ada di bawah bantal gue--gue doyan nulis-nulis asal sebelum tidur. Di twitter/facebook--berupa update status atau tweet-tweet ngaco. XD Di mading jaman kuliah dulu--mantan pengurus mading. Di blog ini juga tentunya. :) Writing itu semacam cara buat mengungkapkan sesuatu yang enggak bisa gue ekspresikan. Enggak butuh partner, gak penting ada yang baca atau enggak, yang penting perasaan gue udah terungkapkan. :)

Beberapa orang udah ngebaca potongan" cerita yang gue tulis di blog ini. Judulnya sementara waktu Hundreds Songs for Danella--SEMENTARA. Masih bisa ganti. ;) Mungkin orang-orang sih lebih akrab nyebutnya "Dala-Ryan" :p Mostly bilang bahwa mereka suka sih. Entah lah ya.. Hehehe.. Mereka bilang gue harus jadi penulis beneran. Nerbitin cerita itu jadi sebuah buku yang bisa dibaca sama orang banyak. *triiiiiiiiiiiing* mendadak gue punya cita-cita baru. "Yesh! You have to be a writer, Nye. REAL writer." Gitu bisik gue dalam hati.

Kesampean gak ya? Mereka bilang gue harus nerbitin cerita Dala-Ryan itu. Tapi, cerita itu kan awalnya imajinasi gue doang yang coba gue tulis. Kalau gue harus nerbitin itu cerita, bukunya bisa kebagi 4 bagian macam Twilight Saga deh kayaknya. >___< Asli. Panjang banget. Jadi sejauh ini gue stuck di situ. Bingung banget bagian mana yang harus di-cut!

Cerita lain sebenernya banyak. Tapi masih berupa softcopy di dalem otak. Hahahahaha. Cerita Soraya-Friza-Lee yang pernah sedikit gue share di sini tuh. Tapi ceritanya masih terlalu labil dan pasaran menurut gue. Harus banyak dirombak. Secara karangan jaman SMP. :p Ada juga cerita yang dulu gue bilang terinspirasi sama tokoh-tokoh kasian macam yang gue tonton di drama Korea. Sekarang gue lagi pengen bikin cerita yang tokoh utamanya seorang bad boy! #aneh. Ada kejar-kejaran, berantem-beranteman, bahkan tembak-tembakan. Ngahahahahaha.. :D Seru kali ya.

Ya, banyak ide belum tentu bisa menghasilkan sesuatu. Tapi gue sedang berusaha untuk itu. Orang lain aja yakin bahwa gue bisa. Kenapa gue enggak? Ya, mungkin itu keterbatasan gue aja sebagai penulis amatir, tapi kalau gue enggak berusaha mencoba, melepaskan diri dari keterbatasan gue, kapan gue bisa melepas gelar 'infrequent' gue toh? ;)

Friday, January 06, 2012

something about Ryro..

Kalau udah baca tulisan gue tentang Arian, pasti udah tau dong siapa Ryro. Atau mungkin lo lebih tau tentang Ryro daripada gue. Yup betuuuul! Ryro adalah sapaan akrab buat Ryan Ross. Ex-guitarist-nya Panic! At the Disco. Secara khusus gue mau ngebahas gayanya yang paling gue suka di postingan kali ini. ;) Hihihihi.. Sekali-kali ngebuat tulisan tentang dia. Jangan mention-mention enggak jelas di twitternya doang. *btw, follow him @thisisryanross* >___<

Yang mau gue bahas adalah alasan-alasan kenapa gue suka sama abang Ryro ini. Hehehe. Kenapa gue suka Ryro?

1. Gue nyerah deh kalo ngeliat cowok jago main gitar. Performance Ryan jaman album pertama P!ATD, A Fever You Can't Sweat Out, bikin gue suka banget!







2. Ryro is too cute to be true! #tewas.





3. Ryro keren total kalau udah bermakeup yang aneh-aneh. Nah, yang ketiga tuh yang bikin gue penasaran banget pengen dandan ala dia dan foto-foto. Entahlah, tapi gue suka banget makeup art-nya. Eh, bukan gue doang lho. Banyak banget orang yang terinspirasi sama gaya makeup-nya. Coba aja search di youtube “Ryan Ross Makeup Tutorial” lo bakalan nemu orang-orang yang berusaha dandan nyamain Ryro. ;) Keren kaaaaaaaaan. Ini dia beberapa contoh makeup ala Ryro kesukaan gue...








Keren kan! Gue sukaaaaaa banget dan bahkan obsesi pengen mengabadikan foto gue dengan make-up ala dia. Sayang koleksi kosmetik gue enggak sebanyak itu. XD

4. Kayak apa yang udah gue tulis di postingan gue sebelumnya, Ryro adalah penulis lagu berbakat. Sebagian besar hits P!ATD adalah lagu ciptaan dia. Jadi enggak salah deh gue suka sama Ryro. ;)

Ryro enggak turun dari kahyangan dengan penampilan sekeren di atas lho. #halah! Pertama kemunculan dia bareng P!ATD dia sempat culun berat. Hahahaha. Tapi mungkin itu karena jaman itu emang gaya yang ngetrend ya kayak gitu. Ini nih foto metamorfosis dia dari Jadul-Keren-Jadul lagi. (-__-")


Ya, yang jelas enggak adil kalau kita nilai seseorang dari penampilannya doang. Ryro yang sekarang udah beda dengan Ryro yang doyan make-up-an unik kayak apa yang gue suka berat dulu. Tapi toh seiring kelunturan makeup uniknya, bakat dia enggak ikut luntur. Dia tetap bisa eksis dengan The Young Veins-nya. Lagiaaaaaaaaan. Ryro kelihatan jadul cuma pas dia manggung doang kok. Kesehariannya? Dia masih 'too cute to be true.' ♥♥♥



p.s: dua foto di atas adalah foto terbaru dia yang dia upload melalui twitternya. ;)