Monday, January 16, 2012

"Jadilah milikku, mau?"



Kota yang diselimuti embun dingin ini masih setengah gelap. Setelah mendung semalaman, hujan baru tiba menyentuh kulit bumi lima belas menit yang lalu. Mungkin matahari sudah mengintip di ujung sana, namun awan gelap seolah menghalanginya agar tidak melihat kejadian tragis yang baru saja terjadi. Polisi berada di kerumunan paling depan. Penduduk sekitar yang bahkan belum menyentuh kamar mandi pagi ini sudah berkerumun dengan pakaian tidur masing-masing, membentuk sedikit lautan payung berwarna-warni.

Aku melihat sekitar. Benar saja, hanya aku dan Julian yang berpakaian rapi sehabis pesta tadi malam. Kuayun kakiku yang berhiaskan pumps shoes berwarna merah itu. Warna kesukaan Julian. Tangan kanannya menggenggam erat tanganku yang begitu dingin semantara tangan kirinya menaungi tubuh kami dengan payung berwarna hitam. Aku menolak untuk melihat lebih dekat apa yang ada di sana, tapi Julian memaksaku.

"Semua akan baik-baik saja, Tisya," bisik Julian meyakinkanku.

Kami kembali berjalan menembus kerumunan, berusaha melihat apa yang terjadi dengan lebih dekat lagi. Setibanya di depan, aku terdiam sesaat. Begitu malang nasib tubuh-tubuh tak bernyawa itu. Aku mendengar percakapan orang-orang disekitarku. Mereka melompat dari atap gedung setinggi 30 lantai di hadapan kami ini. Usia mereka sekitar 22-24 tahun. Masih sangat muda.

"Boleh aku mendekat?" tanyaku pada Julian. Kini aku justru penasaran.

Julian tak menjawab. Ia langsung menarik tanganku untuk melangkah lebih dekat. Polisi yang ada di sana tak menghalangi kami seperti mereka menghalangi yang lain. Darah yang bercampur dengan air hujan berceceran dimana-mana. Aku tak peduli kini sepatuku berlapiskan darah segar, aku terus mendekat sampai Julian menghentikan langkahnya. Ia melepaskan tanganku dan merangkulku erat. Angin berhembus kencang meniup gaun pendek hitamku yang senada dengan jas Julian. Terlalu muda. Tragis.

"Ayo." Julian membawaku keluar lagi dari kerumunan.

Hujan semakin deras. Kami terus melangkah menjauh. Tiba-tiba saja Julian menghentikan langkahnya kembali. Aku menatap matanya dalam-dalam. Kami berdiri berhadapan.

"Apa kamu mencintai aku?"

Aku mengangkat kedua ujung bibirku yang masih tertutup sempurna oleh lipstik merah menyala lalu mengangguk perlahan.

"Biarpun orang tua kamu enggak setuju sama hubungan kita?"

"Iya," jawabku yakin.

"Jadilah milikku, mau?" Ulang Julian.

Aku begitu bahagia mendengar Julian mengulangnya. Iya, Julian mengulang kalimat yang ia ucapkan tadi malam, sebelum akhirnya kami menutup pesta terakhir kami di atap gedung setinggi 30 lantai itu dengan melompat bersama.


Bandung, 16 Januari 2012..
#15HariNgeblogFF #Day5
Please, leave your comment.. :)

4 comments:

  1. glek ! mamaaaaa . . setaaaaan . . X_X ngagetin !

    -nadd-

    ReplyDelete
  2. mantaaapp...like this yooo!
    Egi ska..

    ReplyDelete
  3. @nadia: hahahahaha.. ;) mkasi udah baca nad. bsok lagi ya.. XD
    @egi: eeeeh, baca juga.. hehehe.. makasih gi.. :D
    @ca ya: hehehe.. makasih udah baca.. ;D

    ReplyDelete