Wednesday, January 25, 2012

Ini Bukan Judul Terakhir..

Picture: weheartit


“Selamat pagi.Terima kasih kamu sudah berkenan mendengarkan CD kirimanku minggu ini. Ini CD ke empat belas ya? Berarti sudah tiga belas kali aku bernyanyi untukmu. Hari ini adalah lagu ke empat belas yang akan kunyanyikan dengan gitarku. Lagi-lagi karena aku tahu kamu sangat suka suara gitar. Hari ini aku akan menyanyikan lagu milik Glen Hansard dan Marketa Irglova, Falling Slowly. Aku harap kamu suka.”

Ia memetik gitarnya lalu mulai bernyanyi. Suara yang sangat merdu bagai depresan yang selalu berhasil menenangkanku. Kuakui suaranya sudah menjadi favoritku semenjak pertama kali ia mengirimkan CD pertama dari keempatbelas CD yang sudah kuterima. Namun sayangnya aku belum tahu siapa pengirimnya.

“Apa kamu suka? Oh iya, ini bukan judul terakhir. Masih ada judul lagu lainnya yang akan kunyanyikan untukmu. Semoga kedatangan CD dariku akan kamu tunggu.”

‘Ini bukan judul terakhir,’ itulah yang selalu ia ucapkan di setiap penutup rekaman suaranya. Entah mulai kapan aku mulai menunggu-nunggunya setiap minggu, meskipun awalnya aku merasa sedang dikagumi seorang pengidap sakit jiwa. Aku tak tahu apa maksudnya bernyanyi untukku, yang jelas aku cukup senang mengetahui ada lelaki yang begitu memerhatikanku.

“Sekarang itu jamannya iPod, lha kamu masih pakai begituan,” protes kakakku yang tiba-tiba saja sudah kembali dari toilet bandara.

“Hari ini aja lagi butuh.” Aku menunjukkan CD player portable-ku itu sebelum memasukkannya ke dalam tas.

“Siapa sih yang sering ngirimin kamu CD-CD itu?” tanya Mas Alde membuatku risi.

Aku menggaruk kepalaku meskipun tak terasa gatal, bingung harus menjawab apa. Aku sendiri tak tahu jawabannya. Akhirnya semua hanya berujung keheningan beberapa menit.

“Sudah waktunya aku masuk, Nis. Kamu enggak apa-apa kan nyetir mobil sendiri?”

“Santai, Mas. Toh bukan hari ini saja aku nyetir mobil.” Aku mengambil paksa kunci mobil dari tangan Mas Alde.

“Hati-hati, lho.”

“Mas juga hati-hati.”

Mas Alde meninggalkanku begitu saja karena sudah cukup kami bersedih-sedihan di rumah tadi bersama Ayah dan Ibu. Setelah ia menghilang dari pandangan mataku, aku pun bergegas menuju parkiran mobil. Sepi juga rasanya pulang ke rumah sementara saat pergi tadi suasana di mobil begitu penuh dengan celotehan Mas Alde. Kini ia sudah bersiap berangkat menuju negara tempat ia menuntut ilmu demi gelar S1-nya yang sempat tertunda.

“Ah, apa itu?” gumamku pada diri sendiri ketika melihat bungkusan aneh di atas jok penumpang mobil Mas Alde. Bungkusan yang sangat kukenal. Ini kan bungkusan yang selalu dipakai si pengirim CD untuk mengirim CD-CD-nya. Kertas polos berwarna silver dan pita biru tua. Mengapa bisa ada di sini?

Aku mengeluarkan CD player portable-ku lagi dan mendengarkan CD itu untuk menjawab pertanyaan yang berakar dan berbuah cepat di kepalaku.

“Danis sayang, maaf, aku tahu aku salah sudah melakukan kegilaan ini selama belasan minggu. Menyanyikan semua lagu kesukaanmu dengan harapan bahwa semuanya akan berubah. Aku salah telah membuatmu berharap bahwa ada seseorang yang mungkin bisa menjadi kekasihmu. Aku akan menghentikannya. Karena aku tahu semenjak dua minggu lalu ayahmu menikahi ibuku, kita sudah tidak mungkin menjadi satu. Kali ini ucapanku akan sedikit berbeda. Lagu kali ini benar-benar judul terakhir. Salam sayang, Alde, kakak tirimu.”

[THE END]

Bandung, 25 Januari 2012..
#15HariNgeblogFF #Day14

I would love to hear ur comments. :)

6 comments: