Sunday, January 29, 2012

Kopi Tubruk..

Picture: weheartit


Aku di sini lagi hari ini. Di sebuah cafe yang jadi tempat favorit kita, dimana kita menghabiskan sepanjang sore berteman hujan kala pertama kali kamu mengajakku berkencan. Kala itu kita masih sepasang remaja yang labil tentang cinta, namun pertemuan berikutnya di tempat ini akhirnya kamu menyatakan cintamu juga. Menatap mataku dalam, damai, lalu mengucapkan keinginanmu menjadikanku pujaan hatimu. Aku tertunduk kala itu, menatap kopi tubruk pesananku yang menjadi perantara kita lalu berkata 'aku mau.'

Pertemuan selanjutnya di cafe ini kita sudah satu bulan resmi menjadi sepasang kekasih. Kamu menggandeng tanganku, membuat semua wanita iri padaku yang mampu memiliki penjaga hati sepertimu. Saat itu kamu pesankan kopi tubruk favoritku. Kamu bilang seleraku unik. Seperti lelaki tua saja. Mungkin keturunan Ayahku. Aku sendiri tak mengerti mengapa aku begitu menyukainya. Belum lagi setiap kali kuteguk kopi itu sambil menatap senyummu, kurasa sensasinya jauh lebih nikmat. Sejak ada kamu, aku jauh lebih suka kopi tubruk daripada sebelumnya.

Kopi tubruk di cafe ini juga jadi saksi kejutan pesta ulang tahunku yang kau rencanakan spesial untuk kita berdua. Seratus tangkai bunga mawar merah dan sebuah cincin manis yang tenggelam di balik ampas kopiku. Bukan, aku tahu kamu bukan sedang melamarku. Namun, rasa bahagiaku sama saja. Pertama kalinya kupeluk kamu di depan umum tanpa merasa malu. Aku bahagia.

Hari ini.. Aku di sini lagi. Duduk di meja favorit kita yang berada dekat jendela, masih dengan kopi tubruk yang sama, masih dengan semua kenangan yang teracik di dalamnya. Kuteguk kopiku lagi. Kupandang riak dalam cangkir itu. Ada wajahmu di sana. Pahit. Kopi tubrukku tak lagi senikmat dulu tiap kali mengingat terakhir kali kutuangkan secangkir kopi hitam berampas itu di atas kepalamu. Ah, maaf. Hal itu terjadi begitu saja saat kulihat kamu duduk di meja ini, meminum secangkir kopi tubruk favoritku dengan wanita lain... yang ternyata adik kandungmu. Baiklah.. Kita putus saat itu juga. Kebodohanku.

[THE END]

Bandung, 29 Januari 2012..

Friday, January 27, 2012

Soto Koya

"No?"

"Mm.."

"Nooo?"

"Mmmm.."

"Kayaknya aku ngidam."

Nuno terlonjak kaget dari tempat tidurnya dan Alana yang baru saja mereka tempati selama dua minggu itu. "Ngidam? Kamu..." Mata Nuno masih setengah terbuka karena dibangunkan secara 'paksa' dari tidurnya yang baru saja berjalan setengah jam.

"Kayaknya gitu." Alana menebak isi kepala Nuno yang bahkan belum terucap. "Seharian ini aku enggak enak badan, sekarang juga enggak bisa tidur, kepikiran makanan itu terus. Udah jam satu."

"Kamu serius?" Kesadaran Nuno sudah meningkat lebih baik dari sebelumnya. Ia duduk mendekati Alana yang sejak tadi masih duduk bersandar di atas tempat tidur sambil menonton tayangan TV. Senyumnya merekah seketika. "Secepat itu? Hebat juga ya aku. Jadi ini arti mimpi kamu yang bilang aku punya empat orang anak."

Alana menampar pipi Nuno pelan namun cukup perih. "Aku ngidaaaaaaaaaaaaaaaam!"

"Oke.. Oke.. Mau apa, Sayang?" Nuno tersenyum bahagia serta merta sambil mengelus perlahan perut Alana seolah satu gerakan yang salah saja dapat membuat Alana terluka.

"Mau soto koya!" Alana semangat.

"Soto koya? Mie instan yang iklannya ST12 itu?"

"Bukaaaaaaan! Soto Koya! Bukan mie instan rasa soto koya!"

"Emang ada?"

"Ada lah! Cariin sana!"

"Ini jam satu pagi, Sayang. Aku mau nyari ke mana? Namanya aja baru denger. Aku kira itu nama mie instan doang."

"Tuh kan! Enggak sayang sama aku." Alana langsung menghilang di balik selimut.

"I.." Nuno ragu, namun demi Alana akhirnya ia pergi juga. "Iya. Tungguin aku pulang ya. Kamu sambil tidur aja."

"Yippeeeeeeeeeeey!"

-----------------------------------------------------------------------------------------------------

"Enak?"

"Oooh.. Jadi gini rasanya."

"Puas? Dua jam aku muter-muter, nanyain ke forum di twitter, untung ada yang jawab jam begini."

"Puas!! Makasih, Sayang." Alana menggeser mangkuk sotonya lalu mengacak-acak rambut Nuno manja.

"Demi anak pertama kita, nyari apa pun, jam berapa pun aku jabanin!"

"Anak pertama apa? Kamu pikir aku hamil? Baru juga dua minggu. Aku cuma penasaran liat di TV rasanya soto koya itu kaya apa. Kepikiran dari siang kayak orang ngidam. Makanya nyuruh kamu pergi nyari." Sebelum Nuno mengamuk Alana segera berlari kembali ke kamar mereka.

"Jadi....... ALANAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!! SINI KAMU!!!"

[THE END]

Bandung, 27 Januari 2012..
Masih, sekuel dari cerita sebelumnya. ;)

Thursday, January 26, 2012

Sah!

As a sequel of "Menikahlah Denganku." ==> "Aku Maunya Kamu Titik" ==> "Sah!"
Enjoy! ;)

Picture: weheartit


“Bagaimana para saksi? Sah?” tanya Sang penghulu ketika Nuno selasai mengucapkan ijab kabul dengan sangat lancar.

“Saaaaaaaaaaaaaaah!” jawab para saksi pernikahan Alana dan Nuno pagi ini.

“Alhamdulillah.”

Sang penghulu kini melanjutkan acara dengan doa demi kelangsungan pernikahan mereka. Alana menangis haru. Ia tak menyangka bahwa Nuno benar-benar menepati janjinya untuk menikahi Alana setelah lima tahun mereka bertunangan, meskipun hubungan mereka selalu diwarnai pertengkaran hebat, bahkan dahsyat.

Setelah seluruh acara berakhir, mereka pun melaju dengan mobil sedan hitam Nuno yang menjadi mobil pernikahan mereka menuju bandara untuk kemudian pergi ke tempat bulan madu. Sesuai rencana, lokasi bulan madu mereka adalah sebuah villa mewah milik keluarga Nuno di Bali.

Setelah beberapa jam perjalanan darat dan udara, tibalah mereka di villa Nuno yang ternyata benar-benar mewah dan menghadap langsung ke laut dengan pemandangan luar biasa indah. Namun Alana kebingungan melihat seorang wanita hamil berusia sebaya dengannya beserta tiga orang anak lelaki sekitar empat tahun yang berwajah sama persis berdiri di muka pintu villa itu.

“Ayo masuk,” ajak Nuno ketika ia membukakan pintu mobil untuk Alana. Dengan wajah bingung, Alana hanya mengikuti suaminya itu.

Wanita hamil dan ketiga anak kecil tadi masih berdiri di depan pintu villa tersebut. “Selamat datang di villa kami,” sambut wanita itu.

“Dia siapa, No?” tanya Alana yang masih diselimuti kebingungan.

“Maaf, Alana. Ini istri pertama dan ketiga anak kembar aku. Saat ini juga istriku sedang mengandung anak keempat kami. Kami sudah menikah lima tahun lalu, saat aku juga melamarmu dulu.”

Alana terkejut luar biasa. Ia tak menyangka bahwa Nuno telah menyembunyikan kebohongan sebesar ini selama lima tahun pertunangan mereka.

“Kamu tega, No! Kamu tega ngebohongin aku selama ini??”

“Aku enggak ada pilihan lain, Na. Aku sayang sama istri aku, tapi aku juga sayang sama kamu.”

Tangis Alana pecah seketika membanjiri wajahnya yang masih dihiasi riasan hari pernikahannya tadi. “Enggak! Ini semua enggak sah!”

“Ini sah!” Nuno tak mau kalah.

“Enggak, No! Enggak sah!”

“Sah!”

“Enggak!”

“Sah!”

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------

“Alana, bangun, Na. Kamu kenapa sih? Enggak sah, enggak sah! Kamu mimpi ya?” kata Mama Alana membangunkannya untuk hari pernikahanya dengan Nuno yang akan berlangsung hari ini.

Alana membuka matanya begitu mendengar suara Ibundanya itu lalu terdiam beberapa saat, memikirkan lagi tentang mimpinya malam tadi. Lalu tiba-tiba saja berteriak keras membangunkan seisi rumah.

“NUNOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOO!!!!!!! GUE ENGGAK MAU MENIKAH SAMA LOOOOOOOOOOOOOOOOOOOO!!”

[THE END]

Bandung, 26 Januari 2012..
#15HariNgeblogFF #Day15

Terima kasih sudah membaca. Masih ditunggu komentarnya di hari terakhir ini. :)

Menikahlah Denganku..

This story is the sequel of "Aku Maunya Kamu Titik!"
Atau bukan sekuel kali ya namanya? Si "Aku Maunya Kamu Titik" itu yang lanjutannya ini.
Pokoknya nyambung-nyambungin aja deh! XD
Dan cerita ini sebenarnya cerita singkat dari novel yang sedang gue kerjakan.
Tokoh aslinya bernama Danella dan Arian. Hehehe..
Nah! Jadi urutan ceritanya.....
Menikahlah Denganku ==> Aku Maunya Kamu Titik! ==> Sah!
Rada loncat-loncat sih. Tapi.... Selamat Membaca. ;)

---------------------------------------------------------------------------------------------------
Picture: weheartit


"Gue harus ngapain lagi, Na, supaya lo percaya gue ini serius?" keluh Nuno ketika ‘menculik’ Alana berjalan-jalan di pinggiran kota Bandung.

"Nothing," jawab Alana terus berjalan memasuki hutan pinus kecil itu yang nantinya akan berujung pada sebuah lahan kosong, tempat ia dan Nuno pernah menghabiskan waktu berdua untuk sesi curhatnya dengan melihat pemandangan kota Bandung yang indah.

"Jawaban lo pasti gitu!”

“Karena pertanyaan lo selalu gitu! Udah deh! Berhenti ngisengin gue! We’re friends, that’s it!

“Kalau iseng, enggak sudi gue ngejar-ngejar cewek keras kepala kayak lo!”

Alana tertawa dibuat-buat tanda mengejek Nuno. “I’ve told you my reason, right?

And that’s absurd. Because I’m rich?

And I’m the opposite. Mana ada cowok tajir yang bisa serius sama cewek miskin kayak gue? Kebaca jelas, No! Ada tulisannya di jidat lo! ‘I play with her!’” Alana menunjuk-nunjuk dahi Nuno. “Udah dong! Berhenti nanyain hal konyol macam ‘kamu mau jadi pacar aku?’ Jawaban gue bakalan sama.”

“Oke, gue berhenti nanya kayak gitu.” Nuno menarik tangan Alana sehingga Alana menghentikan langkahnya dan langsung menghadap Nuno. “Menikahlah denganku.” Nuno menunjukkan sebuah cincin di hadapan Alana yang sontak membuat Alana terkejut.

Alana terdiam sesaat. Detak jantungnya tak menentu. Ia tak menduga Nuno bisa segila ini, membawa cincin ke hadapannya dan memintanya menikahi Nuno. “N-No! Lo sinting atau apa? Jadi pacar lo aja gue enggak mau! Apalagi jadi istri lo!”

“Di tempat ini kamu pernah bilang sama aku. Kamu bakalan nerima cowok manapun yang bisa tulus sama kamu meskipun kamu enggak cinta sama dia. Kamu bakalan belajar mencintai lelaki manapun yang bener-bener sayang sama kamu. Makanya di sini juga aku pengen bilang sama kamu, aku serius. Aku berhenti minta kamu jadi pacar aku. Aku minta kamu jadi istri aku sekarang.”

“Gue masih 20 tahun, Nuno! Gue belum mau menikah!”

“Aku ngelamar kamu sekarang bukan berarti aku mau menikah sama kamu dalam waktu dekat. Kita menikah 5 tahun lagi. Cincin ini cuma bukti keseriusan aku.”

“Lo orang kaya! Lo bisa ngasih cincin mahal semacam ini sama seratus cewek kalau lo mau!”

“Aku mungkin ngebohongin kamu, tapi aku enggak berani ngebohongin orang tua. Sebelum ngajak kamu ke sini, aku sama orang tua aku udah datang ke rumah kamu, minta kamu secara baik-baik sama orang tua kamu. Orang tua kamu udah setuju. Jadi kamu enggak bisa nolak! Anggap aja ini perjodohan! Tadi itu pernyataan, bukan pertanyaan. Aku enggak minta persetujuan kamu! Mulai detik ini, kamu tunangan aku!” Nuno memakaikan cincinnya di jari manis tangan kiri Alana meski ia sempat menolak. “Tepatin janji kamu bahwa kamu bakalan belajar mencintai lelaki yang bisa tulus sayang sama kamu. Aku orangnya, Na. Dan aku juga janji bahwa aku enggak akan ngebiarin kamu patah hati karena aku. Satu tahun aku ngejar kamu apa kurang lama?”

Alana terdiam. Ia tahu sudah terlalu lama ia membiarkan perasaan Nuno menggantung begitu saja. Apalagi Nuno ternyata telah menemui orang tuanya sebagai tanda keseriusan perasaannya. Alana akhirnya mau mengakui perasaannya yang sebenarnya juga mencintai Nuno. Ia hanya tak yakin lelaki sekaya Nuno bisa mencintainya yang sangat sederhana.

[to be continued..]

Bandung, 26 Januari 2012..
#15HariNgeblogFF #Day15

Terima kasih sudah membaca.. :)

#15HariNgeblogFF

Sekadar testimoni untuk #15HariNgeblogFF

Wenny Wardila..
Bukan nama yang familiar di kalangan blogger yang udah berabad-abad hobi ngeblog. hehehehe.. Tapi dari SMP gue udah mulai hobi nulis mengingat kebiasaan 'ngautis' gue di rumah.. Nulis buat gue sebatas media untuk menyalurkan imajinasi gue, kekesalan gue, kesenangan gue.. Itu aja. :) Makanya sebisa mungkin gue nyembunyiin tulisan gue di blog ini dari orang-orang yang gue kenal. Enggak pede! Tapi blog gue keendus juga sama seorang penulis buku yang bilang tulisan gue cukup menarik. Disuruh ikut nulisbuku club juga. *tapi sampai saat ini ga pede jadi bagian dari calon/penulis-penulis hebat.* :p akhirnya gue cuma diem-diem nge-follow twitternya sampai suatu hari ngeliat promosi #15HariNgeblogFF di sana. Dengan semangat seorang lulusan D3 Bahasa Inggris Universitas Padjadjaran yang masih menganggur (#njleb) gue pikir seru juga ngisi waktu luang daripada bosen sama karya tulis gue yang ditolak mulu sama perusahaan-perusahaan (baca: surat lamaran.) Akhirnyaaaaaaa.. dengan tekat dan nekat gue ikut juga #15HariNgeblogFF. :)

Niat awal gue MASIH tetep pengen nyembunyiin keberadaan blog gue ini. Karena kalau udah tersebar, gue enggak punya tempat curhat pribadi lagi. :( Makanya gue pake Tumblr gue. Tapi hari ketiga ada juga yang protes bahwa FF gue enggak bisa dikomen. Gue otak-atik otak atik otak atik.. #dasarkatro tetap enggak nemu caranya supaya orang bisa ninggalin komentar. Dengan sangat terpaksa.. Akhirnya gue publikasikan juga keberadaan blog gue yang ini.

Awalnya ikutan acara ini sebatas pengen nyalurin hobi. Tapi begitu ada yang berkomentar, semangat menulis semakin menggebu! Meskipun rada minder ngeliat hasil tulisan peserta lainnya, tapi itu enggak mematahkan semangat. Malah banyak belajar juga dari peserta lain. Dan nambah semangat untuk belajar menulis yang lebih baik. Ya, meskipun tulisan gue enggak sebagus yang lain, sangat senang mendapat perhatian dan komentar dari peserta lain.

Jadi iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiintinyah!
Ikutan #15HariNgeblogFF ini
1. Bikin percaya diri untuk nulis dan memublikasikannya ke orang-orang, sebanyak-banyaknya. :D
2. Dapat banyak pelajaran dari peserta lain yang ternyata banyak juga yang udah nerbitin buku. :O
3. Punya motto baru "no days without writing". ;)
4. Dipaksa mikir kreatif setiap hari. ;p
5. Punya temen" baru yang seru dan jago nulis! :*

Apalagi ya???? Banyak!! Yang jelas, sedikitpun enggak nyesel ikutan #15HariNgeblogFF.
Semoga tulisan gue lebih bagus lagi nantinya, dan bener-bener bisa ngehasilin sebuah buku, bahkan lebih. :)

Special thanks to @momo_DM dan @WangiMS. Ide mereka sangat brilian! Mereka punya jasa besar buat banyak calon penulis baru (AMIIIIIIIIIIIIIN!)

Akhir kata....
\(n,n)/ /(u'u)\ \(n,n)/ << #jungkirbalikgirang :) It's nice to be a part of this event..

Kiss kiss,
Wenny Wardila
@WEIRDilawenny <== ehem, boleh difollow. double 'n' pake 'y' yah.. =))

Wednesday, January 25, 2012

Ini Bukan Judul Terakhir..

Picture: weheartit


“Selamat pagi.Terima kasih kamu sudah berkenan mendengarkan CD kirimanku minggu ini. Ini CD ke empat belas ya? Berarti sudah tiga belas kali aku bernyanyi untukmu. Hari ini adalah lagu ke empat belas yang akan kunyanyikan dengan gitarku. Lagi-lagi karena aku tahu kamu sangat suka suara gitar. Hari ini aku akan menyanyikan lagu milik Glen Hansard dan Marketa Irglova, Falling Slowly. Aku harap kamu suka.”

Ia memetik gitarnya lalu mulai bernyanyi. Suara yang sangat merdu bagai depresan yang selalu berhasil menenangkanku. Kuakui suaranya sudah menjadi favoritku semenjak pertama kali ia mengirimkan CD pertama dari keempatbelas CD yang sudah kuterima. Namun sayangnya aku belum tahu siapa pengirimnya.

“Apa kamu suka? Oh iya, ini bukan judul terakhir. Masih ada judul lagu lainnya yang akan kunyanyikan untukmu. Semoga kedatangan CD dariku akan kamu tunggu.”

‘Ini bukan judul terakhir,’ itulah yang selalu ia ucapkan di setiap penutup rekaman suaranya. Entah mulai kapan aku mulai menunggu-nunggunya setiap minggu, meskipun awalnya aku merasa sedang dikagumi seorang pengidap sakit jiwa. Aku tak tahu apa maksudnya bernyanyi untukku, yang jelas aku cukup senang mengetahui ada lelaki yang begitu memerhatikanku.

“Sekarang itu jamannya iPod, lha kamu masih pakai begituan,” protes kakakku yang tiba-tiba saja sudah kembali dari toilet bandara.

“Hari ini aja lagi butuh.” Aku menunjukkan CD player portable-ku itu sebelum memasukkannya ke dalam tas.

“Siapa sih yang sering ngirimin kamu CD-CD itu?” tanya Mas Alde membuatku risi.

Aku menggaruk kepalaku meskipun tak terasa gatal, bingung harus menjawab apa. Aku sendiri tak tahu jawabannya. Akhirnya semua hanya berujung keheningan beberapa menit.

“Sudah waktunya aku masuk, Nis. Kamu enggak apa-apa kan nyetir mobil sendiri?”

“Santai, Mas. Toh bukan hari ini saja aku nyetir mobil.” Aku mengambil paksa kunci mobil dari tangan Mas Alde.

“Hati-hati, lho.”

“Mas juga hati-hati.”

Mas Alde meninggalkanku begitu saja karena sudah cukup kami bersedih-sedihan di rumah tadi bersama Ayah dan Ibu. Setelah ia menghilang dari pandangan mataku, aku pun bergegas menuju parkiran mobil. Sepi juga rasanya pulang ke rumah sementara saat pergi tadi suasana di mobil begitu penuh dengan celotehan Mas Alde. Kini ia sudah bersiap berangkat menuju negara tempat ia menuntut ilmu demi gelar S1-nya yang sempat tertunda.

“Ah, apa itu?” gumamku pada diri sendiri ketika melihat bungkusan aneh di atas jok penumpang mobil Mas Alde. Bungkusan yang sangat kukenal. Ini kan bungkusan yang selalu dipakai si pengirim CD untuk mengirim CD-CD-nya. Kertas polos berwarna silver dan pita biru tua. Mengapa bisa ada di sini?

Aku mengeluarkan CD player portable-ku lagi dan mendengarkan CD itu untuk menjawab pertanyaan yang berakar dan berbuah cepat di kepalaku.

“Danis sayang, maaf, aku tahu aku salah sudah melakukan kegilaan ini selama belasan minggu. Menyanyikan semua lagu kesukaanmu dengan harapan bahwa semuanya akan berubah. Aku salah telah membuatmu berharap bahwa ada seseorang yang mungkin bisa menjadi kekasihmu. Aku akan menghentikannya. Karena aku tahu semenjak dua minggu lalu ayahmu menikahi ibuku, kita sudah tidak mungkin menjadi satu. Kali ini ucapanku akan sedikit berbeda. Lagu kali ini benar-benar judul terakhir. Salam sayang, Alde, kakak tirimu.”

[THE END]

Bandung, 25 Januari 2012..
#15HariNgeblogFF #Day14

I would love to hear ur comments. :)

Tuesday, January 24, 2012

Kalau Odol Lagi Jatuh Cinta..

Picture: weheartit


GARA-GARA odol hidupku malam ini berujung lari marathon sekian blok bersama seorang lelaki tak dikenal.

Odol di rumah sudah habis tadi pagi, dan aku paling tidak bisa tidur sebelum menyikat gigi. Alhasil aku nekat berjalan kaki ke minimarket 24 jam tak jauh dari rumah pada pukul sepuluh malam. Hanya 20 meter menuju pulang ke rumah tiba-tiba saja seorang lelaki menyusul langkahku dengan sangat tergesa-gesa. Ia terhenti sejenak, melihat lima orang yang mengejarnya di belakangku lalu kembali, menarik tanganku, dan!!!

Inilah kami. Tak terlalu jauh juga dari rumahku, namun sungguh, baru sekali ini aku mengetahui bahwa ada tempat seindah ini. Melihat pemandangan kota pada malam hari yang dingin. Inilah tempat persembunyian kami. What an awkward moment. Duduk bersebelahan dengan lelaki yang tidak aku kenal sama sekali. Tapi entah kenapa aku merasa dia lelaki baik. Sorot matanya jujur saat mengatakan alasan ia dikejar-kejar lima orang tadi juga alasan ia menarikku bersamanya.

“Mereka orang jahat. Gue khawatir aja ngeliat lo jalan sendirian malam-malam. Yang ada bukannya lanjut ngejar gue, mereka malah macam-macam sama lo,” ujarnya menatap mataku damai.

Subhanallah sekali memang lelaki yang nampaknya hanya dua tahun lebih tua dariku ini. Putih, tinggi, tampan, baik pula. Aku sangat menyukai caranya menatap mataku. Ibarat odol rasa menthol, menyejukkan! Bikin pengen nyengir kuda sepanjang hari.

Setengah jam duduk termenung di tempat yang indah dengannya ternyata terasa cepat. Demi alasan keamanan dia mengantarku pulang sampai muka rumah. Selesai sudah pertemuanku dengan si… Ah, aku lupa bertanya namanya. Tatapan mata ala odol rasa mentholnya masih teringat jelas. Batal sudah rencanaku tidur. Aku hanya menyalakan televisi namun tebak saja otakku ada di mana.

Tok.. tok.. tok..

Jam setengah dua belas malam. Ini bukan adegan film horor kan? Aku memberanikan diri mengintip di sela-sela jendela. Lelaki tadi. Ada urusan apa dia kembali ke sini? Aku enggan membukakan pintu untuknya meski dugaan awalku ia adalah lelaki baik-baik, sampai aku melihat sebuah benda di tangan kanannya. Odolku!

“Seingat gue lo enggak bawa ini pas pulang. Makanya gue balik ke tempat tadi dan nyari ini. Benar kan, ketinggalan,” katanya lalu menyodorkan kotak odol tanpa kantong plastikku demi alasan pemanasan global.

“Terima kasih,” ucapku yang hanya dibalas dengan senyum sesegar daun mint dalam odolku dan pergi.

Aku menatap odol di tanganku yang menjadi penyebab tragedi malam ini. Odol. Kalau odol lagi jatuh cinta pasti satu-satunya hal yang bisa ia lakukan hanya melindungi gigi-gigi yang dicintainya dari godaan kuman-kuman jahat dan lubang tak kasat mata. Sama kayak… si mas odol yang melindungiku itu. Dia sudah melindungiku dari preman-preman jahat tadi, tapi apa ia juga akan mencegah lubang di hatiku semakin menganga lebar? Yang pasti, kalau si odol tadi lagi merasakan jatuh cinta pada pandangan pertama denganku, minimal sebentar lagi juga ia akan kembali ke sini dan menanyakan namaku supaya hatiku tidak berlubang.

“Hey, Nona, ngomong-ngomong nama lo siapa?”

[THE END]

Bandung, 24 Januari 2012..
#15HariNgeblogFF #Day13

leave ur comments.. ;)

Monday, January 23, 2012

Merindukanmu itu Seru..

Picture: weheartit


AKU ketakutan melihat bayangan di cermin toilet resto ini. Bibirnya membentuk seringai dengan tatapan yang nanar. Gigi atas dan bawah ditabrak-tabrakkan berulang kali sampai terasa akan rontok tak tersisa. Iya, aku tahu wajahku begitu menyeramkan saat ini. Ekspresi apa lagi yang bisa kubuat setelah mendengar perkataan Dani?

“Menikah, yuk,” ucap kekasihku itu di sela-sela mulut yang penuh dengan hidangan utama makan malamnya disertai ekspresi datar seperti anak tiga tahun yang mengajakku bermain petak umpet.

Aku berteriak tanpa suara, mengeluarkan semua urat di wajahku. Apa Dani tidak tahu bahwa setiap wanita mengharapkan prosesi lamaran yang romantis? Dani adalah lulusan jurusan sastra Indonesia dengan IPK 3,9 dan pemenang lomba puisi puluhan kali. Tak bisakah ia membacakan puisi karangannya? Aku jadi ingat ketika aku memintanya membuatkanku puisi. Ia hanya mengirimkan sebaris kalimat melalui ponselnya..

Merindukanmu itu seru..

Kenapa kata ‘seru’ yang ia pilih untuk mengutarakan rasa rindunya? Dani pacarku ini benar-benar bukan Dani Satrio Aji yang hasil karyanya sering kubaca. Sama sekali tidak romantis.

Setelah kuredam amarahku, aku merapikan penampilanku lagi, keluar dari toilet seolah tidak terjadi apa-apa. Dani masih konsentrasi dengan tenderloin steak-nya. Aku saja sudah kehabisan selera makan sejak mendengar ajakannya tadi.

Aku duduk bersandar dan memandang keadaan sekitar. Resto ini begitu ramai malam ini. Sepertinya tempat ini akan disulap menjadi sebuah tempat perkumpulan.

“Cepat habiskan makannya! Sebentar lagi acaranya dimulai!” Dani meletakkan garpu dan pisaunya.

“Acara apa?”

“Kita datang ke sini untuk acara itu.” Dani menunjuk keramaian di sudut sana dengan gerakan dagunya.

Otomatis mataku mengikuti gerak dagu Dani. Ada spanduk besar, namun keterbatasan mataku membuat aku kesulitan membaca tulisan pada spanduk di kejauhan itu. Resto ini begitu luas dan aku duduk di sudut lain dari tempat berjalannya acara itu. Aku mengambil kacamata minusku dari dalam tas.

“Peluncuran buku perdana Dani Satrio Aji,” bacaku dengan suara. Baru saja aku akan protes karena Dani tak pernah memberitahuku tentang penulisan bukunya itu, mulutku sudah terbungkam dengan judul buku yang tertera di spanduk itu. ‘Merindukanmu itu Seru.’

Dani sudah ada di belakangku, melingkarkan lengan kirinya di bahuku dan tangan kanannya menunjukkan sebuah buku dengan judul yang baru saja kubaca di spanduk tadi. Sampul buku itu adalah sketsa punggung seorang wanita dengan pakaian yang sangat aku kenal. Itu aku.

“Kamu minta aku membuatkan satu puisi tentangmu bukan? Maaf, aku enggak bisa merangkum semua tentang kamu menjadi satu puisi aja. Makanya aku membuat seratus puisi di dalam buku ini. Untuk kamu.”

Aku mengambil buku itu dari tangan Dani. Dani memberi isyarat agar aku membuka kertas sampulnya dan saat kubuka, ternyata ada sedikit bagian tengah buku itu yang telah Dani lubangi untuk meletakkan sebuah cincin emas putih.

“Merindukanmu itu seru, tapi aku enggak mau terus-terusan merindukanmu. Apa kamu mau tinggal di rumah yang sama dengan aku, menikah denganku, supaya aku enggak perlu terlalu lama merindukanmu, Viska Trisna Dewi?”

Hatiku dibanjiri perasaan haru yang meluap melalui kedua mataku. Aku bahagia. Terlalu bahagia. Dani yang kukira tidak pernah bisa romantis ternyata telah melakukan banyak hal untukku. Aku mau, Dan. Aku mau menikah denganmu..


[THE END]

Bandung, 23 Januari 2012..
#15HariNgeblogFF #Day12

Sumpah enggak percaya diri banget sama FF kali ini.. (T_T) Tapi komentarnya tetap saya tunggu. Terima kasih sudah baca. (._.)

Sunday, January 22, 2012

Tentangmu yang Selalu Manis..

Picture: weheartit


FIAN datang lagi hari ini. Matahari saja kalah semangat darinya, menyeret langkah pelan-pelan, bersembunyi dibalik awan. Pagi yang tidak begitu cerah. Ia datang begitu pagi dengan semangatnya yang menyala lebih terik, terlihat jelas di wajahnya yang tak pernah melunturkan senyum itu. Masih senyum yang sama seperti hari-hari yang lalu.

“Selamat pagi, Mel.” Ia bangkit saat melihatku keluar menemuinya di teras rumah.

Aku hanya tersenyum canggung untuk membalas semangatnya. Fian menarik kursi di hadapannya untukku. Membiarkan aku duduk lalu kembali ke posisinya semula saat menungguku bersiap.

“Gimana kabar kamu hari ini?”

“Masih sama seperti kemarin.”

“Hari ini aku bawa ini.” Fian menggeser album foto berukuran besar dan tebal itu ke hadapanku. Mungkin album itu dapat memuat seratus foto lebih.

Kubuka lembar demi lembar album itu. Foto kami, aku dan Fian. Fian belum pernah menunjukkan semua ini kepadaku sebelumnya. Aku tak menyangka ternyata begitu banyak kenangan antara aku dan dia. Sebanyak inikah foto yang telah ia abadikan? Aku bahkan tak menyadarinya. Sama tak sadarnya ketika mataku meneteskan air yang terasa hangat melintasi pipiku.

Fian segera bangkit dan berlutut di sampingku, menghapus air mataku. “Jangan nangis, Mel. Aku nunjukin semua ini karena aku mau kamu tahu bahwa aku sangat-sangat mencintai kamu. Aku pengen kita kembali kayak dulu. Aku enggak sanggup kalau kamu terus menghindar dari aku, menganggap aku ini orang lain. Aku mohon maafin aku, Mel atas kesalahan aku dulu.”

Tangisku semakin menjadi. “Aku enggak bisa, Fian. Ini semua sulit buat aku. Aku berusaha tapi semuanya terlalu sulit.”

Aku menatap wajah Fian. Ia tersenyum getir. Aku tahu bukan hanya aku yang sakit menerima kenyataan ini. Aku tahu Fian sangat mencintaiku, hanya saja aku masih tidak bisa, tidak sanggup.

Fian bangkit, membelai rambutku begitu lembut. Aku semakin yakin bahwa Fian sangat mencintaiku. “Enggak peduli berapa lama, Mel. Aku bakalan nunggu kamu kembali sama aku. Aku benar-benar minta maaf atas kesalahan itu.”

Fian menghapus air mataku sekali lagi dan memaksaku memberinya sedikit senyum sebelum akhirnya pergi bekerja. Setiap hari ia memang hanya bisa menemuiku sebelum berangkat ke kantor dan sepulang dari sana, sebelum aku terlelap.

Aku menutup album foto yang Fian tinggalkan itu. Kubaca lagi tulisan yang ia ukir di atasnya.

Tentangmu yang selalu manis. Melia-Alfian.’

Kupeluk album foto itu erat di dadaku dan kembali menangis. Semakin erat kupeluk semakin besar pula harapanku untuk mengingat semuanya. Terima kasih kamu begitu sabar, Fian. Terima kasih kamu begitu sabar menunggu ingatanku pulih akibat kecelakaan satu tahun lalu saat kita berdua melaju dengan mobilmu menuju tempat liburan kita.

[THE END]

Bandung, 22 Januari 2012..
#15HariNgeblogFF #Day11

Terima kasih sudah membaca.. :) Ditunggu lho komentarnya. :D

Saturday, January 21, 2012

Senyum Untukmu yang Lucu..

Picture: weheartit


TIRAI terbuka. Ia berdiri di depan cermin berukuran besar, lebih besar dari tubuhnya. Memutar tubuhnya berulang-ulang sambil memulas senyum terbaik untuk melihat bayang dirinya dari berbagai sudut. Aku menunggunya di luar ruang ganti yang sempit itu. Kebaya sewarna bunga lilac lah yang kali ini dicobanya dengan kemungkinan menjadi pilihan untuk hari penting nanti.

“Lucu ndak, Mas?” tanyanya padaku yang setia menunggunya sejak tadi.

Aku menjawab dengan sebuah senyuman yang damai dan mata yang terlihat begitu mengaguminya. Penuh intrik dan sedikit menggelitik.

“Maaaaaas.. Ini buat hari pentingku, lho! Masa cuma senyum saja. Aku butuh pendapat," rengeknya sangat manja dengan bibir yang dikerucutkan dan aksen Jawa yang kental.

“Lho, piye toh? Ini senyum bukan sembarang senyum. Ini senyum khusus untukmu yang lucu. Spesial! Cuuuuuantik tenan pakai kebaya yang ini. Paling ayu dibanding kebaya-kebaya sebelumnya.” Aku mengacungkan dua jempol tanganku dengan sedikit kedipan mata nakal agar lebih meyakinkannya.

“Ah, Mas bisa saja!” Pipinya terlihat merona mendapatkan pujian dariku. “Wes! Kalau begitu aku sewa yang ini saja untuk wisudaku.”

“Nah itu! Pilihan yang bagus! Ta’ bungkusin kalau begitu!”

Ia menutup tirai ruang ganti pakaian itu lagi. Syukurlah si gendut yang mirip lontong dibungkus daun pisang beracun ungu itu akhirnya memilih kebayanya juga. Bosan sudah aku melihatnya lima kali berganti kebaya di tempat penyewaan tempatku bekerja. Pelanggan ke tiga yang termakan senyum mautku hari ini.

[THE END]


Bandung, 21 Januari 2012..
#15HariNgeblogFF #Day10

Thank you for the attention. Please leave ur comment. ;)

Friday, January 20, 2012

Inilah Aku, Tanpamu..

Picture: weheartit


ENTAH berapa kali aku berganti pakaian hari ini, membiarkan penata rias terbaik di kota ini memoles wajahku dengan sempurna, lalu berjalan di atas catwalk berulang kali. Tidak ada kesalahan. Acara berawal sempurna, berjalan sempurna, berakhir sempurna. Berhenti panggil aku Ratu jika semua yang kulakukan tidak berjalan dengan sempurna. They say 'perfect' is my middle name.

Aku masih duduk di ruang rias tempat pelaksanaan fashion week tadi, mengagumi bayangan dalam cermin yang dikelilingi bola-bola lampu kuning pucat di hadapanku. Bagian mana yang tidak bisa membuat lelaki bertekuk lutut? Lihat saja puluhan buket bunga yang menghiasi tempat sampahku hari ini dan hari-hari sebelumnya.

Aku memutar sebuah lagu dari iPod-ku. Lagu yang selalu mengingatkanku pada satu nama. Pandanganku beralih pada cincin mungil di jari manis tangan kiriku. Aku melepasnya untuk melihat sebuah nama di balik cincin itu.

"Jadi ketemu Ricky hari ini, Queeny sayang?" tanya Cantika, teman satu profesiku, sambil melihat cincin yang kupegang itu.

Aku tersenyum senang. "Sesuai rencana."

♥♥♥

Sangat sesuai rencana. Aku dan Ricky saat ini berada di sebuah resto paling romantis di kota ini. Ricky tahu aku selalu ingin yang terbaik. Ricky masih sosok yang begitu sempurna seperti lima tahun lalu. Tampan dan kaya. Kurasa kami berdua sangat serasi. Hal itu pula yang membuat Ricky begitu percaya diri berlutut di hadapanku, memohon aku kembali.

Ricky bicara dengan sangat halus ditemani sinar lilin yang menerangi tempat ini. Hanya ada kami berdua serta seorang musisi yang memainkan biolanya dengan handal karena Ricky memesan seisi restoran.

"Aku bahagia, Ky," bisikku di telinganya, membungkuk agar badanku sejajar dengannya.

Kebahagiaanku semakin sempurna ketika Ricky memeluk tubuhku, "Terima kasih kamu mau nerima aku lagi, Ratu."

Senyumku berubah menjadi seringai. "Di bagian mana aku berkata aku mau kembali kepada kamu?"

Ricky melepas pelukannya dengan mata terbelalak. "Maksud kamu?"

"Aku bahagia karena rencanaku selama lima tahun berakhir sempurna." Aku melepas cincinku lagi, memain-mainkannya dengan jari-jariku tepat di hadapan wajah Ricky. "Ini cincin yang kamu kasih lima tahun lalu. Tetap kupakai meski kamu sudah membuangku satu minggu setelah kamu bilang kamu menerima cintaku, dua hari setelah kamu memberiku cincin murahan ini."

Wajah Ricky berubah pucat pasi dan sekujur tubuhnya gemetar terbakar emosi.

"Dulu aku yang begitu mengejarmu. Sampai akhirnya aku tahu aku hanya gadis kampung bodoh dan jelek yang kamu jadikan bahan taruhan dengan temanmu. Cincin ini ternyata bukan tanda cinta, melainkan alat agar kau bisa meniduriku lalu pergi. Ini rencanaku. Tetap memakai cincin ini agar kamu yakin bahwa aku masih mengharapkanmu, lalu membuatmu berlutut di hadapanku seperti yang aku lakukan untukmu dulu."

Aku bangkit, Ricky masih membeku di atas lututnya. Aku jatuhkan cincin bertuliskan namanya itu ke lantai tepat di hadapannya.

"Inilah aku, tanpamu. Kepergian kamu membuatku belajar menjadi aku yang sekarang. Aku bukan boneka bodohmu lagi."

Aku meninggalkan Ricky. Tidak ada lagi. Tidak ada lagi lelaki yang berhak menyentuhku. Aku berhasil, Sayang. Kusentuh lembut tattoo kecil di pergelangan tangan kiriku bertuliskan 'Cantika.' Aku mengeluarkan iPod-ku dari dalam tas. Kudengar lagi lagu yang selalu mengingatkanku pada Ricky untuk terakhir kalinya. Alicia Keys - Karma.

[THE END]

Bandung, 20 Januari 2012
#15HariNgeblogFF #Day9

Terimakasih sudah membaca. Tinggalkan komentar juga, ya. ;)

Thursday, January 19, 2012

Aku Benci Kamu Hari Ini..

Picture: weheartit


♥ Day 30..

Aku benci kamu hari ini..

Aku harap ini hari terakhir aku menyumpah dengan mulut tertutup rapat. Karena seingatku sudah setiap hari dalam satu bulan terakhir aku berucap seperti itu. Iya, setiap hari. Berarti bukan hari ini saja aku membencimu. Sudah banyak hari berganti. Satu bulan, tiga puluh hari, tujuh ratus dua puluh jam, aku membencimu.

Setiap hari aku hanya bisa duduk menunggu kabarmu, melihat layar ponselku setiap lima menit sekali, memastikan telinga ini tidak tuli, tidak mendengar ringtone ponselku sendiri, saking kosongnya pikiranku. Kosong? Ah, mana mungkin pikiranku kosong? Setiap detik kamu menjadi syair di otakku.

Dulu kamu bilang hanya aku yang bisa membuatmu tertawa, tapi aku tahu belakangan ini kamu tertawa-tawa di sana, bukan karenaku. Memiliki teman-teman yang lebih menyenangkan daripada aku yang menjengkelkan ini.

♥ Day 31..

Aku benci kamu hari ini..

Aku harap kemarin akan jadi hari terakhir aku berkata demikian dengan beberapa tetes air mata sebagai hidangan pelengkap kebencianku. Tapi, ternyata bukan. Hari ini aku masih membencimu sama seperti kemarin. Satu bulan, tiga puluh satu hari, tujuh ratus empat puluh empat jam, aku membencimu.

Kamu bilang hari ini kamu akan menemuiku, menjadi obat atas kerinduanku yang kupandang mulai usang berdebu, termakan karat, bahkan mulai ditumbuhi jamur dan sedikit lumut. ‘Aku tidak jadi datang hari ini..’ tulismu dalam bentuk pesan singkat ketika aku sudah bersiap di muka pintu rumahku. Menyambutmu dengan riasan terbaikku. Memoles wajahku hampir satu jam di depan cermin muram yang kini menertawakanku dari balik dinding kamar. Terdiam sangat lama di depan lemari pakaian, memilih sandang tercantik hanya untuk terlihat ayu di matamu. Aku sudah siap menyambutmu, tapi kamu tak datang dengan alasan yang sama.

♥ Day 32..

Aku benci kamu hari ini..
Dan aku benci diriku hari ini..
Sama seperti hari-hari sebelumnya.

Aku benci menerima kenyataan bahwa aku adalah seorang perempuan yang penuh kepalsuan. Sudah kubilang berjuta-juta kali, aku benci kamu, Gilang. Sejak kita lulus SMA dan diterima di universitas yang berbeda, kamu semakin jauh dariku, sedikit melupakanku yang selalu kamu manjakan dulu. Kita menjadi jauh. Aku tahu ini bukan salahmu. Hanya aku yang terlalu pencemburu. Atas dasar itu pula aku sangat membenci diriku sendiri. Mengapa aku begitu pintar bersandiwara? Berkata benci di dalam hati, namun yang terucap hanya…

“Aku sayang kamu, Lang. Terima kasih untuk hari ini.”

“Aku juga sayang kamu, Kanditha. Terima kasih karena kamu bisa ngerti kesibukan aku di kampus selama ini.”

[THE END]


Bandung, 19 Januari 2012..
#15HariNgeblogFF #Day8

Terima kasih udah baca.. \(n,n)/ FYI, I ♥ comments. ;)

Tuesday, January 17, 2012

Ada Dia di Matamu.

Picture: weheartit


Bosan membidik setiap ruas pemandangan yang terhampar di hadapanku, kucari sosok Dega melalui viewfinder kamera DSLR-ku. Bukankah memang Dega yang menjadi tujuanku mengeluarkan kameraku? Bodoh, Dega lebih indah dari objek manapun yang pernah kubidik

Aku menemukannya, tiga langkah di sampingku. Semburat cahaya pagi ikut mengagumi wajahnya. Kulihat matanya tertuju ke bawah, seolah mengamati hilir-mudik kendaraan di sana, jalan raya yang cukup padat, bising, dan bau asap knalpot, padahal aku tahu tatapannya kosong belaka.

Satu.. Dua.. Tiga.. Empat.. Lima..

Terus kuabadikan wajah yang hanya terlihat satu sisinya saja itu. Lima foto, satu ekspresi, sama. Apa Dega baru saja mati berdiri? Takut ketinggian karena berdiri di balkon apartemen baruku yang ada di lantai 8 ini? Aku melangkah mendekatinya. Dega masih membatu.

"Pergilah."

Akhirnya detak jantung dan denyut nadi Dega seolah kembali ke dalam tubuh matinya. Ia menoleh ke arahku kemudian memasang tatapan 'sejak kapan kamu berdiri di sampingku?' "Ap—apa, Grid?"

"Aku yakin kamu denger."

"Pergi?"

Aku tak yakin apa aku harus mengulangnya. Jujur aku tak mau Dega pergi sementara aku tahu Dega bukan tipikal pacar yang bisa mengerti apa yang aku mau jika tak kukatakan. Jika kubilang 'pergi' Dega pasti pergi. Buatnya, aku tak lebih penting dari dia, dia yang kulihat dalam binar matanya saat ini.

Dega meletakkan tangan kanannya di kepalaku. Perlahan ia usap rambutku yang bergelombang. Aku enggan menatap mata hitamnya. Aku tahu itu hanya akan membuatku kesulitan berkata-kata.

"Kamu enggak di sini. Buat apa tetap di sini?"

"Enggak gitu, Inggrid. Aku mau sama kamu."

"Ada dia di matamu." gumamku lirih.

"Dia? Siapa?"

"Bukan pertama kalinya kita bicara tentang dia. Alasan kamu lebih betah di kantor daripada sama aku. Aku baru pindah ke apartemen baru, Ga. Aku mau ngerayainnya satu hari aja sama kamu."

Dega menunduk. Tangan kanannya kini meraih tanganku, mencium jari-jari kecilku yang terasa hangat ketika tersentuh bibirnya. "I love you."

"Kamu selalu bilang gitu dalam keadaan seperti ini. What do you want me to say? I love you too? I'm broken."

Seketika jantungku terasa dihujam setelah berhasil mengucapkan kata terakhir dengan nafas yang hampir terputus emosi. Dega, nyawanya seolah pergi lagi. Diam, dingin.

Satu detik.. Dua detik.. Tiga detik.. Empat detik.. Lima detik..

"Satu jam lagi aku balik ke sini ya."

Setelah dihujam, kini jantungku dibom atom menjadi debu. Apa kubilang, Dega tak mengerti hati perempuannya. Aku bingung harus berkata apa. Inikah perempuan? Selalu mengatakan kebohongan. Berkata 'pergi' meski hati berkata 'tinggallah di sini.'

Kebohongan besar hari ini baru saja terjadi. Aku mengangguk.

Dega tersenyum. Senyum pertamanya hari ini. Dia. Dia lebih lihai dalam hal melukis senyum di wajah Dega daripada aku.

"Aku pasti kembali," katanya lalu mengecup keningku dan pergi.

Kalimat itu sangat familiar karena selalu ia ucapkan sebelum meninggalkanku dan berujung pada ingkar. Dega takkan kembali hari ini. Kulihat lagi foto-foto Dega yang kubidik tadi ketika satu-satunya temanku hanyalah kesendirian.

"Ada DIA di matamu." Air mataku perlahan menetes. Setelah tiga minggu tak bertemu Dega, apa hanya ini waktu yang ia miliki?

Kamu. Seandainya saja Dega bukan cinta matiku, takkan kubiarkan aku dinomorduakan karenamu, UANG!!!


Bandung, 17 Januari 2012..
#15HariNgeblogFF #Day6

Enjoy! I appreciate ur comment. ;)

Monday, January 16, 2012

"Jadilah milikku, mau?"



Kota yang diselimuti embun dingin ini masih setengah gelap. Setelah mendung semalaman, hujan baru tiba menyentuh kulit bumi lima belas menit yang lalu. Mungkin matahari sudah mengintip di ujung sana, namun awan gelap seolah menghalanginya agar tidak melihat kejadian tragis yang baru saja terjadi. Polisi berada di kerumunan paling depan. Penduduk sekitar yang bahkan belum menyentuh kamar mandi pagi ini sudah berkerumun dengan pakaian tidur masing-masing, membentuk sedikit lautan payung berwarna-warni.

Aku melihat sekitar. Benar saja, hanya aku dan Julian yang berpakaian rapi sehabis pesta tadi malam. Kuayun kakiku yang berhiaskan pumps shoes berwarna merah itu. Warna kesukaan Julian. Tangan kanannya menggenggam erat tanganku yang begitu dingin semantara tangan kirinya menaungi tubuh kami dengan payung berwarna hitam. Aku menolak untuk melihat lebih dekat apa yang ada di sana, tapi Julian memaksaku.

"Semua akan baik-baik saja, Tisya," bisik Julian meyakinkanku.

Kami kembali berjalan menembus kerumunan, berusaha melihat apa yang terjadi dengan lebih dekat lagi. Setibanya di depan, aku terdiam sesaat. Begitu malang nasib tubuh-tubuh tak bernyawa itu. Aku mendengar percakapan orang-orang disekitarku. Mereka melompat dari atap gedung setinggi 30 lantai di hadapan kami ini. Usia mereka sekitar 22-24 tahun. Masih sangat muda.

"Boleh aku mendekat?" tanyaku pada Julian. Kini aku justru penasaran.

Julian tak menjawab. Ia langsung menarik tanganku untuk melangkah lebih dekat. Polisi yang ada di sana tak menghalangi kami seperti mereka menghalangi yang lain. Darah yang bercampur dengan air hujan berceceran dimana-mana. Aku tak peduli kini sepatuku berlapiskan darah segar, aku terus mendekat sampai Julian menghentikan langkahnya. Ia melepaskan tanganku dan merangkulku erat. Angin berhembus kencang meniup gaun pendek hitamku yang senada dengan jas Julian. Terlalu muda. Tragis.

"Ayo." Julian membawaku keluar lagi dari kerumunan.

Hujan semakin deras. Kami terus melangkah menjauh. Tiba-tiba saja Julian menghentikan langkahnya kembali. Aku menatap matanya dalam-dalam. Kami berdiri berhadapan.

"Apa kamu mencintai aku?"

Aku mengangkat kedua ujung bibirku yang masih tertutup sempurna oleh lipstik merah menyala lalu mengangguk perlahan.

"Biarpun orang tua kamu enggak setuju sama hubungan kita?"

"Iya," jawabku yakin.

"Jadilah milikku, mau?" Ulang Julian.

Aku begitu bahagia mendengar Julian mengulangnya. Iya, Julian mengulang kalimat yang ia ucapkan tadi malam, sebelum akhirnya kami menutup pesta terakhir kami di atap gedung setinggi 30 lantai itu dengan melompat bersama.


Bandung, 16 Januari 2012..
#15HariNgeblogFF #Day5
Please, leave your comment.. :)

Sunday, January 15, 2012

Aku Maunya Kamu Titik!

Pic: weheartit



Nuno mengangkat lengan kemeja hitamnya sampai siku. "Where do you wanna go, Miss? Jam berapa ini?" Ia menghentakkan jari telunjuk dan jari tengah tangan kirinya di atas jam tangan yang bertengger di tangan lainnya.

Alana menghentikan langkahnya yang baru sepuluh langkah diayun menjauh dari Nuno, membalikkan badannya cepat sehingga rambutnya yang panjang terurai langsung terkibas. Ditatapnya dengan tajam wajah meremehkan yang dipasang Nuno di ujung sana, menyeringai bagai iblis sambil duduk di atas kap mobil sedan hitam mengilapnya. Tidak ada mobil yang berlalu-lalang lagi di jalan layang ini. Hanya mereka dan lampu-lampu kuning keemasan di sepanjang jalan.

"Kenapa? Takut? Ini jam dua pagi, Nona! Sok jagoan!"

"I'm not scared! Lo sendiri ngapain masih di situ? Takut gue celaka kalau lo tinggalin sendirian?" Ekspresi Alana tak kalah meremehkan Nuno.

Nuno tertawa, melipat kedua tangannya di depan dada. "You wish! Enggak usah sok kecantikan! Cewek jadi-jadian macam lo, gue jalan sampai perempatan juga dapet!" Nuno mengamati cara berpakaian Alana. Kaus hitam polos dilapisi kemeja kotak-kotak merah yang sengaja tidak dikancingkan, celana jeans panjang yang sobek-sobek, dan sepatu converse putih lusuhnya.

Alana kembali mendekati Nuno. "Dari awal ketemu lo! Gue udah bilang gue benci sama lo! Hobi lo cuma ngegangguin cewek!"

Nuno turun dari kap mobilnya dan berdiri berhadapan dengan Alana. Tinggi badan Alana yang 170cm hanya setinggi hidung Nuno. "Lo cewek? Cewek macam apa lo? Enggak lolos uji pasar!" Nuno mengangkat kerah kemeja Alana singkat.

"Lo bener-bener cowok paling brengsek yang pernah ada. Mau lo apa? Lo sama sekali enggak worth it jadi orang yang bisa gue ajak ribut! Enggak guna!"

"Kenapa lo yang nanya? Lo!! Mau lo apa?!" Nuno menunjuk wajah Alana dengan kasar.

"PERGI!!!" Ditendangnya bumper mobil Nuno. "Jangan ganggu hidup gue lagi!! Pergi sama cewek-cewek yang kagum sama lo yang ganteng! Tajir! Sukses!!"

"TUTUP MULUT LO!! GUE ENGGAK SUKA LO NGUNGKIT CEWEK-CEWEK TADI!"

"ITU KENYATAANNYA!!"

"DENGER YA, CEWEK SILUMAN! MAU PARIS HILTON, ANGELINA JOLIE, ATAU SIAPAPUN YANG DATANG DAN NGEMIS CINTA GUE, GUE MAUNYA LO!! TITIK!!!"

Belum sempat Alana membalas kalimat Nuno, Nuno sudah menarik tangan kiri Alana cepat dan mendaratkan bibirnya di atas bibir Alana dengan lembut. Alana bak terbius sehingga hanya bisa diam, kembali menjadi sosoknya yang begitu lembut sebagai seorang perempuan. Tak lama Nuno melepaskan ciumannya.

"Aku maunya kamu!" bisiknya perlahan di telinga Alana. "Sudah tujuh tahun aku kenal kamu, lima tahun kita tunangan. You know all my friends and I know yours. Kalau aku enggak ngenalin mereka ke kamu, it means that they never really exist in my life. Biarpun kamu siluman yang paling galak yang bisa maki-maki aku, cewek jadi-jadian yang enggak bisa feminin, aku maunya kamu titik!" ulangnya lagi dan lagi.

Nuno menenggelamkan emosi Alana ke dalam pelukannya. Alana tahu, meski setiap hari mereka bertengkar, mereka saling mencintai satu sama lain. Nuno melihat cincin pertunangannya dengan Alana di jari manis tangan kirinya dan tersenyum bahagia. Meskipun satu minggu lagi mereka menikah, bertengkar masih saja menjadi hobi mereka.

[THE END]

Bandung, 15 Januari 2012
#15HariNgeblogFF #Day4

Saturday, January 14, 2012

"Kamu manis," kataku..

AKU melihat sekeping bagian dari surga ketika mata ini terbuka. Aku menyipitkan mataku yang belum dapat beradaptasi dengan cahaya pagi di kamarku. Ryan di sana, menjadi hal pertama yang kulihat pagi ini. Aku tersenyum bahagia. Betapa indahnya setiap pagiku semenjak ada ia. Semenjak malam pertama ia ada di sini satu minggu yang lalu, di kamar yang sama denganku, ia selalu menyambutku dengan senyumnya ketika mataku terbuka di pagi hari. Bahkan senyumnya pula yang menjadi alasan aku bermimpi indah setiap malam.

Sejak pertama melihatnya, senyumnyalah yang menjadi alasanku begitu memujanya. Aku takkan bosan. Kurasa tak akan ada senyum yang lebih indah dari senyum yang ia miliki. Bahagianya kini aku bisa melihatnya setiap hari, sepanjang hari, tersenyum.

Aku bangkit dari tempat tidur sambil meregangkan kedua tanganku. Aku terdiam sejenak di hadapannya, terhipnotis oleh senyum manisnya yang masih terbentuk indah memperlihatkan barisan gigi yang putih dan rapi. Kupandang lagi sepasang mata cokelatnya. Mata kanannya sedikit tertutup anak rambutnya yang juga berwarna kecokelatan, berbeda dengan rambutku yang hitam pekat. Mataku berbinar menatapnya sambil tak kuasa menahan keinginan untuk membalas senyumannya itu.

“Kamu manis,” kataku. Kalimat yang sama dengan pagi-pagi sebelumnya. Karena Ryan memang manis.

Lagi-lagi ia hanya tersenyum. Aku sudah cukup senang meski ia tak merespons lebih dari itu, sama seperti biasanya. Kuanggap senyumnya adalah tanda bahwa ia tahu betapa menakjubkannya senyum itu bagiku.

“Aku harus mandi, lalu bersiap pergi ke sekolah. Tunggu aku pulang, ya! Aku akan merindukanmu.” Kuusap poster di dinding kamarku itu. Aku tertawa singkat memandang poster idolaku yang baru kubeli satu minggu lalu itu kemudian beranjak ke kamar mandi, mengabaikan senyumnya sejenak. Ah, senyum Ryan Ross begitu melekat di otakku.


[THE END]

Dedicated to my idol Ryan Ross (ex- Panic! At the Disco.) ;)

#15HariNgeblogFF #Day3

Dag.. Dig.. Dug..

Dag.. Dig.. Dug..

KURASAKAN detak jantungku tak normal. Sudah empat tahun berlalu, namun perasaanku selalu sama setiap melihatnya ada di depan pintu rumah dari balkon kamarku. Hati ini selalu berdebar setiap melihatnya berdiri di sana dengan sekotak cokelat atau bunga mawar putih favoritku. Betapa sempurna ia menjadi seorang lelaki. Santun, pintar, baik, dan begitu romantis. Di usianya yang baru menginjak 24 tahun ia juga terbilang sudah begitu mapan, memiliki rumah dan mobil sendiri.

Ia selalu senyum sumringah menanti seseorang membukakan pintu untuknya. Aku tak pernah berlari cepat untuk menyambutnya di depan pintu, membiarkan diriku menjadi orang pertama yang menyambutnya, menyuguhkan senyum termanisku. Aku lebih suka melihatnya dari sini. Empat tahun pula dia tak pernah menyadari bahwa aku selalu mengamati kedatangannya dari sini.

Aku menyusun kedua telapak tanganku di atas dada. Merasakan detak jantung yang masih sama. Empat tahun tak memudarkan semuanya. Daryl tetap lelaki yang aku cinta meskipun banyak lelaki lain yang telah mengetuk pintu itu dan meminta hatiku. Membawakan berkuntum bunga yang lebih banyak dari yang pernah Daryl bawa di belakang punggungnya. Bahkan, membawa cinta yang lebih besar dari apa yang bisa Daryl berikan.

“Aku tak mau yang lain. Aku mau kamu saja, Ryl,” ucapku seolah Daryl mampu mendengarnya.

“Ini tidak benar, Ras. Kamu tahu itu.” Aira, sahabatku, menepuk punggungku perlahan.

“Aku tahu.” Kuletakkan kedua tanganku lebih dalam di atas dadaku. Debar jantungku semakin terasa kencang. Aku masih berdiri dan melihat Daryl di depan pintu rumahku.

“Lantas?”

Dag.. Dig.. Dug..

“Detak jantungku setiap melihatnya ini adalah alasan mengapa aku ingin mempertahankan perasaan itu.” Aku tersenyum. Aira tak dapat berkata apa-apa lagi. Mungkin ia sudah lelah menyadarkanku. Tak perlu disadarkan, aku tahu.

Pintu rumah terbuka. Senyum Daryl makin mengembang.

“Selamat pagi, Ras.” Daryl mengeluarkan sebuket bunga mawar putih itu dari balik punggungnya.

Empat tahun sudah aku menyaksikan kejadian yang hampir sama. Aku yang menyukai mawar putih itu, tapi bunga itu bukan untukku. Aku yang menyukai senyum itu, tapi senyumnya bukan untukku. Bukan aku alasan Daryl berdiri di depan pintu rumahku, tersenyum, dan menunggu.

Maafkan aku, Ras. Aku mencintai tunanganmu. Maafkan aku juga karena aku begitu membenci kenyataan bahwa Daryl lebih dulu bertemu denganmu, bukan aku. Seandainya itu terjadi, aku yakin Daryl juga bisa mencintaiku sebesar rasa cintanya padamu. Karena wajah kita begitu serupa.

Mengapa harus Laras, Ryl? Mengapa bukan Saras? Aku? Mengapa harus saudari kembarku?

[THE END]


#15HariNgeblogFF #Day2
Lagi, ini migrasi gue dari tumblr. (13012012) ;)

"Halo, Siapa Namamu?"

WAKTU makan siang selalu kusambut dengan antusias. Sedikit melepas penat dari kesibukanku sebagai akuntan di perusahaan ternama di kota besar ini. Lebih antusias lagi ketika lima minggu yang lalu aku mencoba makan di resto yang tak pernah kudatangi sebelumnya. Di sini, resto yang selalu dipenuhi oleh pegawai kantor di sekitar sini, namun mataku hanya jeli menangkap bayangnya. Ini minggu ke lima aku memerhatikannya dari kejauhan di sela-sela waktu istirahat kerjaku. Setahuku ia tidak bekerja di kantor yang sama denganku.

11.45..

Kuperhatikan lagi cara jalannya memasuki resto siang ini. Begitu anggun seperti biasanya. Sosok gadis penyendiri yang mandiri. Hanya dengan gerak jarinya saja, bak tongkat sihir, ia berhasil menyihir sang pelayan untuk mengambilkan menu favoritnya setiap hari. Selalu sama, sepiring nasi goreng dan iced lemon tea, seolah tak pernah bosan. Tak pernah kulihat ia memesan menu lain.

Ia duduk di meja yang tak jauh dari tempatku dan teman-temanku. Persis di arah jam dua belas.

“Sampai kapan kamu mau menjadi pemuja rahasianya, Zi? Pergi, tanya namanya!”

Bosan aku mendengar tantangan dari teman-temanku. Sejak dua minggu yang lalu mereka telah menyadari kekagumanku padanya.

Sesuai niatku, hari ini aku akan pergi menghampirinya. Aku seorang lelaki yang harus berani menanggung resiko apa pun dalam mendapatkan hati seorang wanita.

Gadis berwajah oriental dengan tinggi sekitar 165 cm itu menunggu menu pesanannya diantar sambil membaca sebuah buku. Setelah menunya datang pun ia menghabiskannya sambil tetap membaca buku. Apa itu sebabnya ia selalu terlihat sendiri? Ia nampak begitu tertarik untuk membaca, sendirian saja.

Aku bangkit saat kulihat ia telah menyelesaikan makan siangnya. Waktu istirahat kantor hampir usai. Kuayunkan langkahku ke arahnya. Setiap langkah, jantungku berdebar semakin kencang.

“Halo, siapa namamu?” ucapku saat sepasang mata hitam yang cantik dengan riasan sederhana menatap ke arahku yang telah berdiri di hadapannya.

Ia diam, tak menjawab, malah kulihat kepanikan di wajahnya. Ia bangkit lalu meninggalkanku yang diam membeku. Sudah kuduga, teman-temanku begitu puas menertawakanku. Baru saja aku mempunyai nyali untuk kembali ke tempat dudukku, menerima cemoohan teman-temanku, seorang pelayan memberiku selembar tissue.

Erika.

Sebuah nama tertulis di sana. Hanya itu. Aku bingung. Mengapa gadis itu hanya menulisnya di tissue ini dan menitipkannya kepada pelayan? Mengapa ia enggan menyebutkannya saja tadi? Kebingunganku terjawab oleh pernyataan sang pelayan.

“Ia seorang tunawicara, Mas.”

[THE END]

This is my FF dalam rangka #15HariNgeblogFF #Day1
p.s: I’m a newbie, so no making fun of me. ;)
Tulisan ini gue "transfer" dari tumblr. (12012012)

Tuesday, January 10, 2012

wenny the infrequent writer..

MUNGKIN itu predikat yang pas buat gue saat ini ya. Jarang-jarang juga sih gue nulis. Belum bisa dikatakan bahwa gue ini seorang 'Writer'. Sebenernya gue nulis tiap hari sih. Di buku yang ada di bawah bantal gue--gue doyan nulis-nulis asal sebelum tidur. Di twitter/facebook--berupa update status atau tweet-tweet ngaco. XD Di mading jaman kuliah dulu--mantan pengurus mading. Di blog ini juga tentunya. :) Writing itu semacam cara buat mengungkapkan sesuatu yang enggak bisa gue ekspresikan. Enggak butuh partner, gak penting ada yang baca atau enggak, yang penting perasaan gue udah terungkapkan. :)

Beberapa orang udah ngebaca potongan" cerita yang gue tulis di blog ini. Judulnya sementara waktu Hundreds Songs for Danella--SEMENTARA. Masih bisa ganti. ;) Mungkin orang-orang sih lebih akrab nyebutnya "Dala-Ryan" :p Mostly bilang bahwa mereka suka sih. Entah lah ya.. Hehehe.. Mereka bilang gue harus jadi penulis beneran. Nerbitin cerita itu jadi sebuah buku yang bisa dibaca sama orang banyak. *triiiiiiiiiiiing* mendadak gue punya cita-cita baru. "Yesh! You have to be a writer, Nye. REAL writer." Gitu bisik gue dalam hati.

Kesampean gak ya? Mereka bilang gue harus nerbitin cerita Dala-Ryan itu. Tapi, cerita itu kan awalnya imajinasi gue doang yang coba gue tulis. Kalau gue harus nerbitin itu cerita, bukunya bisa kebagi 4 bagian macam Twilight Saga deh kayaknya. >___< Asli. Panjang banget. Jadi sejauh ini gue stuck di situ. Bingung banget bagian mana yang harus di-cut!

Cerita lain sebenernya banyak. Tapi masih berupa softcopy di dalem otak. Hahahahaha. Cerita Soraya-Friza-Lee yang pernah sedikit gue share di sini tuh. Tapi ceritanya masih terlalu labil dan pasaran menurut gue. Harus banyak dirombak. Secara karangan jaman SMP. :p Ada juga cerita yang dulu gue bilang terinspirasi sama tokoh-tokoh kasian macam yang gue tonton di drama Korea. Sekarang gue lagi pengen bikin cerita yang tokoh utamanya seorang bad boy! #aneh. Ada kejar-kejaran, berantem-beranteman, bahkan tembak-tembakan. Ngahahahahaha.. :D Seru kali ya.

Ya, banyak ide belum tentu bisa menghasilkan sesuatu. Tapi gue sedang berusaha untuk itu. Orang lain aja yakin bahwa gue bisa. Kenapa gue enggak? Ya, mungkin itu keterbatasan gue aja sebagai penulis amatir, tapi kalau gue enggak berusaha mencoba, melepaskan diri dari keterbatasan gue, kapan gue bisa melepas gelar 'infrequent' gue toh? ;)

Friday, January 06, 2012

something about Ryro..

Kalau udah baca tulisan gue tentang Arian, pasti udah tau dong siapa Ryro. Atau mungkin lo lebih tau tentang Ryro daripada gue. Yup betuuuul! Ryro adalah sapaan akrab buat Ryan Ross. Ex-guitarist-nya Panic! At the Disco. Secara khusus gue mau ngebahas gayanya yang paling gue suka di postingan kali ini. ;) Hihihihi.. Sekali-kali ngebuat tulisan tentang dia. Jangan mention-mention enggak jelas di twitternya doang. *btw, follow him @thisisryanross* >___<

Yang mau gue bahas adalah alasan-alasan kenapa gue suka sama abang Ryro ini. Hehehe. Kenapa gue suka Ryro?

1. Gue nyerah deh kalo ngeliat cowok jago main gitar. Performance Ryan jaman album pertama P!ATD, A Fever You Can't Sweat Out, bikin gue suka banget!







2. Ryro is too cute to be true! #tewas.





3. Ryro keren total kalau udah bermakeup yang aneh-aneh. Nah, yang ketiga tuh yang bikin gue penasaran banget pengen dandan ala dia dan foto-foto. Entahlah, tapi gue suka banget makeup art-nya. Eh, bukan gue doang lho. Banyak banget orang yang terinspirasi sama gaya makeup-nya. Coba aja search di youtube “Ryan Ross Makeup Tutorial” lo bakalan nemu orang-orang yang berusaha dandan nyamain Ryro. ;) Keren kaaaaaaaaan. Ini dia beberapa contoh makeup ala Ryro kesukaan gue...








Keren kan! Gue sukaaaaaa banget dan bahkan obsesi pengen mengabadikan foto gue dengan make-up ala dia. Sayang koleksi kosmetik gue enggak sebanyak itu. XD

4. Kayak apa yang udah gue tulis di postingan gue sebelumnya, Ryro adalah penulis lagu berbakat. Sebagian besar hits P!ATD adalah lagu ciptaan dia. Jadi enggak salah deh gue suka sama Ryro. ;)

Ryro enggak turun dari kahyangan dengan penampilan sekeren di atas lho. #halah! Pertama kemunculan dia bareng P!ATD dia sempat culun berat. Hahahaha. Tapi mungkin itu karena jaman itu emang gaya yang ngetrend ya kayak gitu. Ini nih foto metamorfosis dia dari Jadul-Keren-Jadul lagi. (-__-")


Ya, yang jelas enggak adil kalau kita nilai seseorang dari penampilannya doang. Ryro yang sekarang udah beda dengan Ryro yang doyan make-up-an unik kayak apa yang gue suka berat dulu. Tapi toh seiring kelunturan makeup uniknya, bakat dia enggak ikut luntur. Dia tetap bisa eksis dengan The Young Veins-nya. Lagiaaaaaaaaan. Ryro kelihatan jadul cuma pas dia manggung doang kok. Kesehariannya? Dia masih 'too cute to be true.' ♥♥♥



p.s: dua foto di atas adalah foto terbaru dia yang dia upload melalui twitternya. ;)

Thursday, January 05, 2012

sexiest men alive *my version*

Di twitter gue sering nyampah nge-mention enggak jelas para idola gue. Hihihi. Ya, sebagian besar idola gue dalam hal bermusik. Entahlah, lelaki yang bisa main musik itu keliatan keren. Hehehe. Pengen tau kayak apa sih sexiest men alive versi gue? Seksi itu enggak harus seronok ye. Macam pria-pria bintang film porno. #whoops. Seksi yang gue maksud bukan dari segi tampang doang, tapi skill mereka. :) Pendapat gue? Check this one out!

1. Jangan jauh-jauh ke luar negeri dulu deh. This one is my one and only favorite actor from my country, Indonesia. Yup, Nicholas Saputra. Bukan berarti acting aktor Indonesia lainnya enggak ada yang bagus lho.


Itu foto acting dia di GIE. Gue suka sama acting-nya mulai dari peran dia sebagai Rangga di film Ada Apa Dengan Cinta? Dua jempol deh buat bakatnya. :)

2. Masih dari dunia acting, tapi nyebrang benua. Willy Wonka, eh, Jack Sparrow, eh, Johnny Depp maksudnya. ;)


Siapa yang berani mempertanyakan bakat acting-nya??? Enggak ada alasan enggak suka sama om yang satu ini. :p

3. Let's move! Jaman SMP gue ngedenger satu lagu dari abang ini dan gue super duper suka sama suaranya yang uwm... rasakan sendiri sensasinya... I love his voice, I love his songs. ;) Yesssh! John Mayer.


Udah denger lagu Heartbreak Warfare-nya belum? Pertama gue ngedenger itu lagu, meskipun gue enggak lagi patah hati, gue mendadak ngerasain gimana sakitnya patah hati. Saluuuuuuuuuuuuuuuut!

4. Patrick Stump. Lelaki cool ini terkenal karena eksistensinya sebagai vokalis dari Fall Out Boy. Setelah Fall Out Boy mengumumkan 'hibernasi'nya, Patrick memilih untuk melakukan solo karir yang bener-bener SOLO. Maksudnya, dia nulis lagu, main alat musik, nyanyi, dan segala macamnya sendiri. Ngerti? SENDIRI. Ini yang dia kerjain di album solo pertamanya Soul Punk.



Masih enggak ngakuin skill bermusiknya? Kelewatan!!!!
And do you know? His voice is my favorite EVER! ;) Dan ini perbedaan gaya dan berat badan dia dari jaman FOB sama jaman solo karir. Hehehehe..


5. Pete Wentz masuk list the sexiest men alive versi gue karena gayanya kalau lagi manggung. ;)


Masih dari Fall Out Boy, meskipun dia cuma bassist dari band tersebut, dia merupakan ketua FOB. Bukan Patrick Stump yang jelas-jelas vokalisnya. Pertama suka Pete Wentz? Pas ngeliat dandanannya di video musik America's Suitehearts. Hahahaha. Lucu. Padahal jelek, tapi menurut gue itu keren. Nih!


6. Again, a man with guitar will always be my favorite. Ryan Ross. Ini dia pendiri Panic! At the Disco yang ujung-ujungnya malah keluar dari band tersebut. Dia banyak nulis lagu-lagu yang jadi hits dari P!ATD. Itu dia kenapa gue suka banget sama dia. ;) Tapi sayang ternyata passionnya di musik yang jadul. Makanya dia sama Jon Walker mutusin hengkang dari Panic! Dan bikin band beraliran jadul. Bedain sendiri gayanya jaman di Panic! sama di The Young Veins berikut.


Yup, waktu di Panic! gue paling suka kalau Ryan udah nyorat-nyoret mukanya kayak gitu. Sama kayak Pete Wentz. :">


Beda banget kan kerennya dia di Panic! sama gaya jadulnya di The Young Veins. TT__TT #nangisgarukgaruktanah

ini performancenya sama The Young Veins (-___-")



Salut banget karena dia mau ninggalin band yang udah besar dan punya banyak banget fans kayak P!ATD dan merintis band baru dengan aliran yang 180 derajat berbeda, mulai semuanya dari NOL. Gue yakin fans The Young Veins enggak sebanyak fans P!ATD, tapi Ryan berani ngambil resiko itu. Jelas banget orientasi bermusiknya bukan materi melainkan kepuasan bermusik. :) Dan menurut gue, kalaupun ada yang harus ninggalin P!ATD, itu Brendon Urie orangnya. Secara pendiri Panic! kan Ryan, tapi Ryan toh rela ngalah karena mungkin Panic! udah khas dengan vocal Brendon dan jenis musik yang seperti itu. Such a good man, Ryan. ;)

7. Mudah bagi gue mengakui kekerenannya. Tapi sulit mengakui bahwa dia ini mantan gay. Ouch! He's Gerard Way, frontman of My Chemical Romance. Gue suka MCR udah dari kelas 3 SMP. Awalnya gue enggak suka Gerard karena MCR selalu tampil dengan muka putih macam kesiram terigu. >___< Lagian gue enggak suka cowok gondrong. Gue cuma suka karya-karyanya sama MCR.


But as the time goes by.. TADAAAAAAAAA!


Tanpa terigunya, Gerard jauuuuuuuuuuuh lebih keren. ;)

Hahahaha.. Yup, itulah The Sexiest Men Alive versi gue. Gue lupa lagi siapa. Yang jelas banyak lah ya. Cukup 7 teratas aja buat sekarang. Hehehe. ;)

Wednesday, January 04, 2012

He is Arian..

Entah kenapa tiba-tiba kepikiran Arian. Iya itu si Arian Direksa Hardinata Putra
Hari ini pengen ngebahas tentang dia. Gimana dia bisa jadi tokoh dalam cerita yang gue buat. Hahaha..

Kira-kira kayak apa ya Arian dalam dunia nyata?

Arian itu anak hasil persilangan Jakarta (Nyokap) dan Bandung (Bokap). Hehehe. Umurnya 20 di awal cerita. Satu tahun lebih tua dari Dala. Sosok Arian yang gue gambarin selama ini tinggi dan punya berat badan proporsional, Ya gak kurus dan gak gendut. Dikutip dari sedikit bagian dalam cerita yang gue buat.
"Emang gue yang pendek apa Ryan yang tinggi, sih? Perasaan gue enggak pendek-pendek amat. Gue masih kelihatan sepadan sama sebagian besar temen-temen cewek gue di kampus. Tapi ternyata tinggi gue cuma sedagu Ryan. Setiap berdiri di samping dia pasti aja gue ngerasa kurcaci."

Kulit Ryan enggak item, tapi enggak putih. Sawo mateng kali ya. Rambutnya item, enggak pendek macem tentara! Tapi enggak gondrong. Punya poni lempar gaya remaja alay. XD Ilustrasinya gue coba googling dan entah kenapa ini yang paaaaaaaas banget. Tapi TOLONG! TOLONG JANGAN berimajinasi bahwa Ryan mirip Lee Min Ho. Ryan is Indonesian and not as hot as Lee Min Ho! >,< Cukup Rambutnya yang dibayangin.


RAMBUTNYA AJA EH!!

Oke, ini kutipan percakapan antara Jani dengan Dala.
"Ya Ryan memang enggak ganteng-ganteng amat, La, tapi enggak bisa dibilang jelek juga. Dan entah apa ada satu hal yang bikin Ryan tuh memang menarik di mata cewek."
Dengan kata lain Ryan itu charming lah. Kayak apa yang selalu Dala bilang.

Sifatnya Ryan itu... a lil' bit bad. Sedikit bad boy gitu lah ya. Pemberani, ngotot-an, cemburuan, kuliahnya berantakan sebelum kenal Dala. (ciyeeeeeeee..) Uco bilang jaman SMA Ryan suka berantem. (Gue yang bilang berarti ya. Secara gue author-nya. -,-)

Ciri khas Arian.. Ryan tuh kesehariannya ya cowok banget. Enggak 'boyband' lah pokoknya. Jelas dia kan bad boy, masa boyband. Yang paling Dala suka dari Ryan..............
"Ryan tuh kalau lagi 'sadar' bisa cowok banget. Tapi sometimes kalau dia lagi serius sama gadget-nya dan nemuin sesuatu yang lucu di sana, itu bisa jadi hal yang bikin dia keliatan 180 derajat berbeda. Kayak sekarang. Ryan sibuk sms-an entah sama siapa. Kebiasaan dia kalau lagi serius merhatiin ponselnya pasti dia ngegigit seluruh bagian bibir bawahnya dengan gigi atas. Dan begitu nemu hal yang lucu, dia senyum sambil masih menggigit bibir bawahnya. Itu senyum paling sempurna yang pernah gue liat."


Arian.. Kenapa gue milih nama itu? Enggak milih nama yang sedikit langka macam Suparno, Tarjo, Tukimin, dkk. O_o
Awalnya nama yang gue pilih Ryan doang, sih. Karena dalam masa pembuatan (#halah!) gue lagi suka sama ex-gitarisnya Panic! At the Disco, George Ryan Ross III atau yang lebih populer dengan nama Ryan Ross aja.




Yeah, that guy with guitar. Itu alasan kenapa Arian jago main gitar. Karena Ryan Ross jagonya soal gitar. Hahahaha. Tapi Arian enggak sekurus Ryan Ross. Suara Arian gak sebagus penyanyi kelas dunia. But he does can sing. Persis Ryan Ross. Suaranya gak bagus-bagus amat menurut gue, tapi dia toh jadi backing vocal juga di P!ATD. Dan di beberapa lagu dia juga jadi vokalis utama kayak di lagu Behind the Sea, atau dia dikasih porsi vokal yang sama dengan Brendon Urie sang vocalist of P!ATD di lagu Mad as Rabbits. Daaaaaan setelah resmi resign dari P!ATD Ryan Ross bikin band baru dengan nama The Young Veins dan dia jadi vokalisnya. Berikut ini salah satu performance live dari P!ATD favorit gue. Liat deh gimana Ryan Ross di sini. Dia sama Brendon bener-bener kerja sama urusan vokal. ;)



Nama Ryan dimodifikasi jadi Arian supaya matching aja sama nama panjangnya yang sebenernya kepanjangan. :p Finally, jadilah Arian Direksa Hardinata Putra.

So, that's Arian. Kayak apa sih Arian di dunia nyata yang kebayang sama lo? ;)

#curcol: if you like their performance based on the video above, liat deh video-video P!ATD live in Denver lainnya. Gue udah nonton semua dan gara-gara video-video itu gue mulai ngefans sama P!ATD dulu. Enjoy. :)

edisi kaga nyisir..






abaikan foto ini.. maaf.. lagi narsis.. XD